Nusa Dua (ANTARA News) - Menteri Perhubungan (Menhub), Jusman Syafii Djamal, menegaskan bahwa pemerintah secara tidak langsung masih akan melakukan proteksi terhadap maskapai domestik ketika liberalisasi penerbangan (open sky) mulai berlaku pada 2008. "Pemerintah ingin maskapai domestik diperhatikan kepentingannya saat open sky berlaku," katanya kepada pers, usai membuka Rapat Umum Anggota (RUA) INACA 2007 pada 2-4 Juli di Nusa Dua, Bali, Selasa. Liberalisasi penerbangan di wilayah Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akan dimulai pada 2008 untuk penumpang dan 2010 untuk kargo. Menurut Jusman, sangat wajar bila pemerintah melindungi kepentingan domestiknya karena azas muatan domestik diangkut armada nasional di Indonesia masih berlaku dan terus akan dipertahankan tanpa melupakan daya saing maskapai domestik. "Kue pertumbuhan penumpang domestik kan susah payah dibangun mulai 6,3 juta penumpang pada 1999 dan kini sudah lima kali lipatnya yakni 34 juta penumpang pada 2006, masak orang asing seenaknya ikut menikmatinya," katanya. Oleh karena itu, tegasnya, saat "open sky" tiba, maka dalam perjanjian bilateral dengan masing-masing negara tetangga, Indonesia akan mengedepankan azas keseimbangan. Artinya, harus seimbang antara apa yang dikorbankan dengan yang diperoleh manfaatnya untuk kepentingan nasional. "Dengan Singapura, misalnya, kita pertanyakan seberapa luas wilayah udara yang anda tawarkan kepada kita dan lain sebagainya, sehingga hasilnya tentu tidak akan merugikan maskapai nasional," katanya. Kongretnya, dia mencontohkan, Singapura dan negara lainnya tidak akan bisa memiliki rute "point to point" di domestik dan mengambil kota tujuan penerbangan yang paling menarik saja. Namun, tegasnya, ini bukan proteksi secara langsung kepada maskapai domestik karena pada saat yang bersamaan, maskapai domestik juga harus kuat sehingga seimbang dengan pemain asing. "Mereka harus didorong untuk beraliansi dengan asing dan Indonesia tak mungkin membatasi investasi asing di penerbangan dan tak mungkin mengubah ketentuan maksimum kepemilikan 49 persen saham," kata Jusman menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007