Jakarta (ANTARA News) - Program bantuan keselamatan transportasi senilai Rp178 miliar yang diumumkan Menteri Perhubungan Australia dan Indonesia Mei lalu akan difokuskan pada upaya meningkatkan keterampilan regulator, manajer, penyelidik keselamatan dan penyelenggara jasa lalu-lintas udara di Indonesia. "Program tersebut akan menitikberatkan pada peningkatan keterampilan regulator, manajer, penyelidik keselamatan dan penyelenggara jasa lalulintas udara," kata Ketua delegasi Australia untuk Pertemuan Puncak Strategis tentang Keselamatan Penerbangan di Indonesia, Susan Page. Dalam pernyataannya seperti dikutip siaran pers Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Rabu, Page mengatakan, paket bantuan senilai 24 juta dolar Australia (sekitar Rp178 miliar) dalam tiga tahun itu akan diprioritaskan pada upaya mengatasi tantangan berat keselamatan transportasi udara dan laut di Indonesia. "Kami telah bekerjasama erat dengan pejabat perhubungan Indonesia sejak Mei untuk mengembangkan program ini sehingga akan menitikberatkan pada bidang-bidang dimana Indonesia sendiri telah identifikasi sebagai prioritas keselamatan," katanya. Perbaikan pengawasan dan jasa keselamatan transportasi di Indonesia menjadi bagian dari langkah-langkah praktis yang akan diambil, kata Page yang berada di Indonesia untuk menghadiri pertemuan keselamatan penerbangan yang berlangsung di pekan ini. "Penilaian keselamatan transportasi baru-baru ini oleh Pemerintah Indonesia dan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional akan digunakan dalam program kerja yang kita kembangkan bersama dan informasi ini akan dilengkapi dengan lokakarya bersama di Indonesia beberapa bulan mendatang," kata Page. Di sela pertemuan yang berlangsung di Bali pekan ini, para pejabat bidang perhubungan kedua negara membicarakan rincian tentang bagaimana paket bantuan tersebut digunakan. Sementara itu, Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, menyambut baik berita tentang kemajuan yang telah dicapai pertemuan Bali dalam mengidentifikasi bidang-bidang yang dapat menjadi sasaran bantuan ini. "Lembaga-lembaga transportasi Australia telah bekerja sangat erat dengan mitra Indonesia kami dalam beberapa tahun terakhir termasuk program yang didanai Australia sebesar A$1.1 juta (Rp7 miliar) pada tahun 2006-07 dimana 340 petugas keamanan penerbangan Indonesia telah dilatih hingga mencapai standar internasional sebagai bagian dari proyek keamanan penerbangan Australia di Indonesia," katanya. Sebelumnya, Ketua DPP Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) Rusdi Kirana mengatakan, fokus rekomendasi pihaknya pada RUA (Rapat Umum Anggota) INACA 2007 adalah peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) penerbangan untuk mengantisipasi liberalisasi penerbangan ASEAN (Open Sky) mulai 2008. "Fokus rekomendasi kita pada RUA INACA 2007 adalah SDM dalam rangka 'safety' (keselamatan), bukan urusan komersial dan marketing (pemasaran)," katanya. Menurut Rusdi, industri penerbangan domestik yang pesat saat ini harus diimbangi dengan kualitas dan kuantitas memadai, tidak hanya maskapai, tetapi juga pihak terkait seperti bandar udara dan pengatur lalu lintas udara. Salah satu SDM yang layak diprioritaskan adalah kebutuhan tenaga pilot dan co-pilot, teknisi dan pendukung lainnya. "Kami sudah mendengar krisis pilot sudah terjadi di Indonesia dalam dua tahun terakhir," katanya. Senada dengan itu, Sekjen INACA Tengku Burhanuddin mengakui bahwa pihaknya akan mengusulkan ketentuan usia pilot yang diperpanjang masa tugasnya. "Kita sudah krisis pilot. Untuk itu, perlu ada perubaan perpanjangan usia ketika bertugas yakni untuk co-pilot maksimum 63 tahun menjadi 65 tahun. Sedangkan untuk capten pilot tetap 60 tahun," kata Tengku. Selain itu, rekomendasi hasil RUA INACA tersebut juga meminta pemerintah untuk meningkatkan kuantitas pilot melalui pendidikan formal yang disertifikasi dan mempermudah bagi maskapai yang hendak mendirikan sekolah penerbang (flying school). Rekomendasi lain yang dihasilkan RUA INACA antara lain, pihaknya siap membantu suksesnya "Visit Indonesia Year 2008", tetapi sangat disayangkan dukungan pihak terkait, khususnya Menbudpar, nihil. "Pada RUA kali ini, mereka diundang, tetapi tidak hadir dan tak ada konfirmasinya. Padahal jelas-jelas INACA dengan 26 anggotanya sangat potensial," kata Tengku. Rekomendasi lainnya adalah INACA mengharapkan pemerintah segera menyelesaikan persoalan dengan Uni Eropa terkait rencana pelarangan 51 maskapai Indonesia ke Eropa mulai 6 Juli 2007. "Kami juga mendukung deklarasi bersama antara Pemerintah Indonesia dengan ICAO (International Civil Aviation Organization) tentang komitmen peningkatan keselamatan dan keamanan penerbangan," ungkap Tengku. INACA juga mendukung pelaksanaan azas cabotage penerbangan, sekaligus meminta hak yang sama dengan negara lain. "Kami ingin cabotage terbatas, bukan 'branding'," katanya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007