Jakarta (ANTARA News) - Kegagalan Guru besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar Achmad Ali dalam seleksi hakim agung disebabkan oleh kasus dugaan korupsi yang melibatkan dirinya, kata anggota Komisi III DPR RI, Al Muzamil. "Kekalahan yang bersangkutan saya kira tidak bisa dilepaskan dengan gonjang-ganjing kasus hukum mengenai yang bersangkutan akhir-akhir ini," katanya di Jakarta, Jumat. Achmad Ali pernah didakwa melakukan korupsi dana magister Unhas oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Namun, Pengadilan Negeri Makassar telah membebaskan Achmad Ali dan menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum tidak dapat diterima. Menurut Muzamil, Achmad Ali berada di urutan ketujuh dari enam peserta uji kelayakan dan kepatutan di DPR yang ditetapkan menjadi hakim agung. Peringkat Achmad Ali berada di bawah Abdul Gani Abdullah yang menempati posisi keenam dengan 17 suara. "Hanya selisih satu suara," kata Muzamil. Lebih lanjut, dia mengatakan sebenarnya kemampuan Achmad Ali selama menjalani uji kelayakan dan kepatutan cukup mengesankan. Achmad Ali mampu meyakinkan sejumlah anggota Komisi III. Menurut Muzamil, kemampuan Achmad Ali dan kasus yang pernah menimpanya sempat menjadi perdebatan antar-anggota Komisi III, terkait lolos tidaknya Achmad Ali sebagai hakim agung. Terkait komposisi hakim agung terpilih yang didominasi hakim karir, Muzamil menegaskan hal itu merupakan keputusan anggota komisi yang diambil berdasar pungutan suara. Namun demikian, secara pribadi dia menyayangkan pembawaan dan artikulasi hakim karir yang dinilai tidak menarik. Selain itu Muzamil menilai hakim karir tidak cukup piawai dalam memaparkan rekam jejaknya di masa lalu, serta terkesan tidak memiliki wawasan hukum yang tidak memadai. "Jika Mahkamah Agung menginginkan ke depan hakim agung lebih banyak lagi beasal dari hakim karir, maka katiga hal itu harus diperhatikan atau diperbaiki," katanya. Komisi III DPR telah memilih enam hakim agung dari 18 calon yang diajukan oleh Komisi Yudisial (KY). Enam hakim agung baru itu terpilih pada pemungutan suara yang dihadiri oleh 42 dari 46 anggota Komisi III. Mereka adalah Dirjen Badan Peradilan Umum MA, Hatta Ali, yang mendapat 41 suara, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran Komariah E Sapardjaja yang mendapat 30 suara, Ketua Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Pekan Baru, Mukhtar Zamzami, Ketua PT Manado, Zaharuddin Utama dengan 24 suara, Wakil PT Tanjung Karang M Saleh dengan 19 suara, dan mantan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Abdul Gani Abdullah dengan 17 suara.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007