Bangkok (ANTARA News) - Pasukan keamanan Thai hari Minggu menyerang desa di daerah panas selatan dan menahan delapan orang dengan bahan pembuat bom, kata pejabat tinggi tentara. Tahanan Melayu itu dibawa untuk diperiksa ke markas tentara di Narathiwat, satu dari tiga propinsi tempat lebih dari 2.300 orang tewas dalam tiga tahun perlawanan di wilayah berbahasa Malayu tersebut. Serangan subuh itu, yang melibatkan 200 tentara angkatan laut dan polisi, dilakukan atas desa di propinsi Narathiwat, tempat kelompok keras bersembunyi, kata Kolonel Boonkerd Monlakan kepada kantor berita Inggris Reuters lewat telepon. "Kami menangkap delapan di antara mereka dan mereka semua ada di daftar kami," kata Kolonel Boonkerd. Bukti ditemukan di sana termasuk senjata, bahan pembuat bom, dokumen dan cakram video dipakai dalam rencana perlawanan, katanya. Pada bulan lalu, tentara menahan 160 orang Melayu sesudah pejuang memperhebat serangan atas sekolah pemerintah, pegawai negeri dan pasukan keamanan. Hampir 200 orang ditahan ahir Juni dalam penumpasan terhadap perlawanan di daerah berpenduduk sebagian besar Melayu Thailand selatan, tempat tiga warga Melayu terbunuh akibat serangan terkini, kata pejabat. "Sampai sekarang, hampir 200 tersangka, termasuk enam wanita, ditahan untuk diperiksa di pangkalan tentara," kata jurubicara tentara, Kolonel Acra Tiproch. Mereka disergap dalam penggerebekan atas dua di antara kabupaten paling keras di wilayah itu, yang mengalami peningkatan kekerasan pada tahun ini. Wilayah tersebut berada di bawah keadaan darurat hampir dua tahun, yang memberi pemerintah kekuasaan menahan tersangka sampai 30 hari tanpa tuduhan. Lebih dari 2.300 orang tewas dan ribuan cedera akibat kekerasan perlawanan, yang meledak di propinsi Narathiwat, Pattani dan Yala pada Januari 2004. Kekerasan hampir tiap hari terjadi dan pembunuhan semakin mengerikan, dengan gerilyawan kadangkala mengayau atau membakar mayat korbannya. Ketiga propinsi itu pada suatu saat merupakan kesultanan swatantra hingga dicaplok Thailand seabad lalu. Perlawanan untuk pemisahan diri meletus terus-menerus sejak itu. Pemerintah dukungan tentara, yang berkuasa setelah kudeta September, melakukan upaya membangun perdamaian dalam usaha meredakan kekacauan itu, tapi kekerasan meningkat dalam enam bulan terahir. Keputusan pemerintah Thailand memberi ampunan kepada "semua yang terlibat kekerasan" di wilayah paling selatan itu disambut perhimpunan Islam. Perdana Menteri Thailand Surayud Chulanont setuju memberi ampunan itu dengan memaklumkan keinginannya tersebut kepada Sekretaris Jenderal Organisasi Konferensi Islam Ekmeleddin Ihsanoglu, yang berkunjung ke negaranya. Usul ampunan itu akan diajukan ke parlemen untuk disahkan menjadi undang-undang, kata menteri luar negeri Thailand. Langkah tersebut disambut Ihsanoglu dan pemimpin Islam di Thailand. Malaysia dan Thailand ahir Maret sepakat menyusun serangkaian tindakan sosial ekonomi untuk mengahiri ketegangan aliran dan kekerasan, yang meningkat di bagian selatan kerajaan itu. Warga Muslim di Thailand selatan itu memiliki hubungan dekat kebudayaan dengan Malaysia, yang berpenduduk sebagian besar beragama Islam, dan Menteri Luar Negeri Malaysia Syed Hamid Albar menyatakan negaranya juga akan membantu Bangkok memahami lebih baik tentang bagian kecil penduduknya itu, demikian laporan Reuters. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007