Tanda-tanda itu tidak bagus untuk AS. Semakin kaya tapi tidak menjadi lebih bahagia
Kota Vatikan (ANTARA News) - Finlandia merupakan negara paling bahagia di dunia menurut survei tahunan yang disiarkan Rabu, yang menempatkan Burundi di dasar peringkat indeks kebahagiaan dan mendapati orang Amerika Serikat makin tidak bahagia meski negara mereka lebih kaya.

Laporan Kebahagiaan Dunia 2018 dari Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan (SDSN) Perserikatan Bangsa-Bangsa memeringkat 156 negara menurut nilai mereka pada hal-hal seperti Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita, dukungan sosial, angka harapan hidup sehat, kebebasan sosial, kedermawanan dan ketiadaan korupsi.

Finlandia naik dari tempat kelima tahun lalu untuk menggeser Norwegia dari posisi teratas.

Sepuluh negara dengan indeks kebahagiaan teratas 2018 masih didominasi oleh negara-negara Nordik, Finlandia, Norwegia, Denmark, Eslandia, Swiss, Belanda, Kanada, Selandia Baru, Swedia dan Australia.

Amerika Serikat (AS) berada di peringkat 18, turun dari posisi ke-14 tahun lalu. Sementara Inggris berada di posisi 19 dan Uni Emirat Arab pada posisi 20.

Satu bab dari laporan setebal 170 halaman tersebut didedikasikan untuk masalah kesehatan yang berkembang seperti obesitas, depresi dan krisis opioid, terutama di Amerika Serikat, tempat prevalensi ketiganya naik lebih cepat daripada di kebanyakan negara lain.

Sementara pendapatan per kapita meningkat secara nyata di Amerika Serikat selama setengah abad terakhir, indeks kebahagiaannya menurun karena melemahnya  dukungan jaringan sosial, persepsi tinggi pada korupsi di pemerintahan dan bisnis serta penurunan kepercayaan pada institusi publik.

"Kami jelas memiliki krisis sosial di Amerika Serikat: lebih banyak ketidaksetaraan, kurang kepercayaan, kurangnya keyakinan pada pemerintah," kata kepala SDSN, Profesor Jeffrey Sachs dari Universitas Columbia, New York, saat laporan tersebut diluncurkan di Akademi Ilmu Pengetahuan Kepausan Vatikan.

"Sangat mencolok sekarang. Tanda-tanda itu tidak bagus untuk AS. Semakin kaya tapi tidak menjadi lebih bahagia," katanya.

Saat ditanya bagaimana keadaan politik AS saat ini dapat memengaruhi laporan kebahagiaan masa depan, Sachs mengatakan:

"Waktu akan memberi tahu, tapi saya akan mengatakan bahwa secara umum ketika kepercayaan pada pemerintah rendah, ketika persepsi korupsi tinggi, ketidaksetaraan tinggi dan kondisi kesehatan memburuk... itu tidak kondusif untuk perasaan bahagia."

Untuk pertama kalinya sejak dimulai pada 2012, laporan tersebut, yang menggunakan berbagai organisasi jajak pendapat, data resmi dan metode penelitian, memberi peringkat kebahagiaan imigran penduduk kelahiran asing di 117 negara.

Finlandia juga mendapat penghargaan tertinggi dalam kategori itu, sehingga memberi status statistik emas ganda bagi negara tersebut.

Orang asing yang terlahir paling tidak bahagia adalah di Suriah, yang telah terperosok dalam perang saudara selama tujuh tahun.

"Temuan paling mengejutkan dari laporan tersebut adalah konsistensi yang luar biasa antara kebahagiaan warga imigran dan warga lokal," kata Profesor John Helliwell dari Universitas British Columbia di Kanada.

"Meski imigran berasal dari negara-negara dengan tingkat kebahagiaan yang sangat berbeda, evaluasi kehidupan mereka yang dilaporkan digabungkan dengan warga lain di negara baru mereka," katanya.

"Yang pindah ke negara lebih bahagia memperoleh keuntungan, sementara yang pindah ke negara kurang bahagia merugi," katanya sebagaimana dikutip Reuters. (Uu.KR-DVI)
 

Pewarta: -
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018