London (ANTARA News) - Cambridge Analytica, perusahaan konsultansi politik Inggris yang berada di pusat skandal manipulasi data Facebook, telah turut mengampanyekan Presiden Uhuru Kenyatta pada Pemilu 2013 dan 2017 di Kenya.

Temuan itu didapat dari video rahasia yang direkam dan kemudian disiarkan oleh Channel 4 News, Inggris, Senin waktu setempat.

Cambridge Analytica membantah semua tudingan Channel 4 News menyangkut praktik bisnisnya.

Saluran berita Inggris itu mengungkapkan operasi senyap dalam mana mereka secara rahasia merekam para eksekutif top Cambridge Analytica yang mengaku telah menggunakan suap, mantan agen rahasia dan para pekerja seks Ukraina untuk menjebak para politisi di seluruh dunia.

Surat kabar New York Times dan The Observer melaporkan Sabtu pekan lalu bahwa Cambridge Analytica telah mengumpulkan data yang dipanen dari sekitar 50 juta pengguna Facebook untuk membantu Donald Trump memenangkan Pemilihan Presiden 2016.

Mark Turnbull, direktur pelaksana Cambridge Analytica dan induk perusahaan SCL Elections, berkata kepada tim terselubung reportase investigatif Channel 4 itu bahwa perusahaannya secara rahasia telah membantu Kenyatta menjadi presiden di negara Afrika Timur itu.

"Kami dua kali me-rebranded keseluruh partai, menuliskan manifestonya, melakukan riset, menganalisis, menciptakan pesan.  Saya kira kami telah menuliskan semua pidato dan kami merancang segalanya, setiap elemen dari kandidat ini," kata Turnbull mengenai sepak terjangnya untuk partai politik pimpinan Kenyatta, yang semula bernama Aliansi Nasional sampai 2016 dan akhirnya menjadi Partai Jubilee itu.

Baca juga:  Mengenal Cambridge Analytica yang katanya beroperasi juga di Indonesia

Kenyatta berkuasa pada 2013 dan memenangkan masa jabatan kedua atau yang terakhirnya Agustus tahun lalu setelah mengalahkan pemimpin oposisi Raila Odinga dengan selisih 1,4 juta suara.  Mahkamah Agung membatalkan hasil Pemilu karena ada pelanggaran prosedur dan memerintahkan Pemilu ulang.

September tahun lalu, mantan calon presiden Amerika Serikat Hillary Clinton menyebut Pemilu ulang adalah "proyek" Cambridge Analytica. Jubilee Party enggan mengomentari hal ini.

Odinga sendiri tidak mau mengikuti Pemilu ulang 26 Oktober itu dengan menyatakan itu tidak adil karena komisi Pemilu telah gagal mengimplementasikan reformasi. Kenyatta pun menang dengan 98 persen suara.

Pada satu pertemuan awal dengan tim reportase investigatif Channel 4, Turnbull berkata kepada wartawan-wartawan yang sedang menyamar itu bahwa mereka menjalankan tugas yang jauh lebih canggih dari pada konsultan politik mana pun dalam mengenali keprihatinan dan ketakutan paling mendalam pemilik suara.

"Tidak ada itu yang namanya pertarungan baik dalam kampanye Pemilu, karena semuanya sungguh soal emosi saja," kata dia.

Para pejabat Cambridge Analytica yang direkam tim reportase investigatif The Observer itu mengungkapkan bahwa mereka telah memanfaatkan jejaring perusahaan-perusahaan cangkang untuk menyamarkan aktivitas mereka pada Pemilu Meksiko, Malaysia dan Brasil, dari sekian banyak negara di mana mereka bekerja untuk menciptakan hasil Pemilu yang diinginkan kliennya.

Kepala Eksekutif Cambridge Analytica Alexander Nix, dalam rekaman yang sama, sesumbar, "Kami bukan hanya konsultan politik paling besar dan paling penting di dunia, tetapi juga punya rekam jejak paling mapan. Kami harus beroperasi lewat berbagai kendaraan, secara tersamar."

Baca juga: Facebook ditekan gara-gara Cambridge Analytica manipulasi data pengguna

"Saya menanti untuk membangun hubungan jangka panjang dan rahasia dengan Anda semua," kata dia kepada wartawan yang tengah menyamar dalam tugas reportase investigatif itu.

Cambridge Analytica membantah semua tudingan Channel 4 News menyangkut praktik bisnisnya. Perusahaan ini menyatakan bahwa mereka tengah mencandai para reporter yang sedang menyamar itu dan berusaha menggali motif mereka dengan aktif menyemangati para reporter itu, "dalam mengendus setiap niat tidak etis atau ilegal".

Channel 4 menegaskan bahwa pertemuan terakhir mereka dengan Cambridge Analytica terjadi Januari lalu di sebuah hotel di London dan bahwa para staf perusahaan itu terus mengemail mereka dengan maksud bekerja sama menggarap Pemilu Srilanka.

Cambridge Analytica lalu menyatakan CEO mereka telah salah menafsirkan situasi. Nix berkata, "Saya harus dengan rendah hati mengatakan bahwa Cambridge Analytica tidak akan menoleransi atau terlibat dalam penjebakan, suap atau apa pun dari jebakan uang, dan tidak pula menggunakan materi tidak benar untuk tujuan apa pun."

Pewarta: SYSTEM
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018