Gunung Sugih, Lampung Tengah (ANTARA News) - Nilai aset yang diserahkan Salim Group kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) lebih kecil dari jumlah utang yang seharusnya dibayar, yakni hanya Rp19,3 triliun, padahal utangnya mencapai Rp52,4 triliun, kata pengacara PT Garuda Panca Arta (GPA), Hotman Paris Hutapea. Hotman usai persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Gunung Sugih, Lampung Tengah, Rabu, menyebutkan bahwa dalam bukti-bukti gugatan terhadap Salim Group secara tegas diperkuat dengan bukti tertulis oleh sejumlah pengacara tergugat, diantaranya Octolin Hutagalung kuasa hukum tergugat 34, yakni BPN Tulangbawang, dan berdasarkan audit BPKP, telah terjadi penggelembungan biaya (mark up) nilai aset itu. Menurut Hotman, nilai aset yang diserahkan oleh Salim Group kepada BPPN sebenarnya lebih kecil dari nilai utang yang harus dibayarkan. Hotman yang mengutip salah satu berkas bukti tergugat yang menyatakan, seluruh utang yang dibayar sesuai audit BPKP hanya Rp19,3 triliun, padahal seharusnya Rp52,4 triliun. "Terdapat selisih Rp32,2 triliun. Ini jelas, Salim Group melakukan kebohongan publik dan mengakali pemerintah RI dengan melakukan penipuan," tuding Hotman lagi. Dia menyebutkan pula, kendati tidak sesuai dengan nilai sebenarnya, namun Salim Group justru telah mendapatkan surat keterangan lunas hutang yang diduga akibat adanya kerjasama dengan oknum Depkeu dan BPPN. Menurut Hotman, seluruh hak aset milik Sugar Group telah diserahkan kepada pemerintah pada 21 September 1998, melalui perjanjian MSAA. Aset yang diserahkan itu, berupa 108 perusahaan milik keluarga Salim, dan dalam bentuk uang. Namun, kata dia, pada periode 1999-2000 aset-aset Sugar Group dijual kembali oleh keluarga Salim. "Seharusnya saham seratus persen yang telah diserahkan kepada pemerintah itu tidak bisa dijual oleh keluarga Salim," ujar dia pula. Tapi, pengacara Holdico (perusahaan yang dibentuk oleh pemerintah dan Salim Group untuk menjual aset) Defrizal Jamaris, membantah keterangan penasehat hukum PT GPA itu. Menurut dia, utang-utang Salim Group telah mendapatkan keterangan lunas dari BPPN pada 2004. "Master Settlement and Aquisition Agreement" (MSAA) yang dipermasalahkan oleh PT GPA adalah perjanjian antara pemerintah (BPPN) dengan Salim Group. Perjanjian dalam MSAA itu menyebutkan, pemerintah tidak lagi mempersoalkan pelanggaran berupa penggelapan aset milik Salim Group. Alasannya, karena Salim Group telah melunasi utangnya dengan menyerahkan 108 perusahaan kepada BPPN yang nilainya setara dengan Rp52 triliun. "MSAA itu perjanjian antara pemerintah dengan Salim Group. PT GPA tidak punya hak untuk mengutak-atik persoalan perjanjian MSAA," ujar Defrizal. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007