Jakarta (ANTARA News) - Departemen Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia semester satu tahun ini 6,04 persen dan optimistis bahwa target pertumbuhan 2007 sebesar 6,3 persen dapat dicapai. "Kondisi Juni ini adalah kondisi perekonomian tertinggi selama 6 bulan terakhir. Ini sangat meyakinkan dan memberi suasana kondusif. Pertumbuhan ekonomi pada semester I 2007 adalah 6,04 persen. Itu proyeksi Depkeu," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Departemen Keuangan Anggito Abimanyu di Jakarta, Kamis. Dengan demikian, dia menambahkan, pada kuartal 3 dan 4, Departemen Keuangan mengharapkan pertumbuhan ekonomi masing-masing sekitar 6,3 dan 6,5 persen. "Perkembangan sektor riil di bulan Juni 2007 sangat positif. Pertumbuhan Penerimaan Perpajakan year on year sekitar 50 persen dan secara keseluruhan Penerimaan Pajak Semester I tumbuh 20,8 persen," katanya menjelaskan Menurut data BKF, konsumsi masyarakat pada kuartal II 2007 tumbuh 4,9 persen, yang terdiri atas pertumbuhan penjualan mobil 7,46 persen, penjualan motor 61,9 persen, konsumsi listrik 8,2 persen, kredit konsumsi18 persen, PPN dalam negeri 20 persen, dan PPN Impor 28 persen. Sedangkan konsumsi pemerintah tumbuh 8,9 persen yang terdiri atas, pertumbuhan belanja pegawai 55,8 persen, belanja barang 10,1 persen, Belanja lainnya 47,2 persen, dan belanja daerah -4,9 persen. Untuk investasi, BKF mencatat pertumbuhan pada kuartal II sebesar 11,0 persen yang terdiri atas, kenaikan realisasi penanaman modal asing (PMA) 22 persen, realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) 444 persen, konsumsi semen 7,85 persen, belanja modal 4,2 persen, pertumbuhan kredit investasi dan kredit modal kerja (KI/KMK) 17 persen, dan impor barang modal pada kuartal I 25 persen. Sementara ekspor mengalami pertumbuhan 9,4 persen (non migas 22 persen, migas 7 persen), dan sisi impor yang tumbuh 11,99 persen (barang modal 40 persen, barang konsumsi 2 persen). "Secara keseluruhan, ekspor dan impor pada semester I tumbuh 15 dan 12 persen," katanya. Penyaluran kredit perbankan pada Juni tercatat sebesar Rp36,2 triliun atau dua kali lipat dari bulan-bulan sebelumnya sehingga total penyaluran kredit pada semester I adalah Rp73,5 triliun atau tumbuh 15 persen dan DPK tumbuh 13 persen. Terkait dengan inflasi, Anggito menegaskan, pemerintah memperkirakan pada akhir tahun akan lebih rendah dari 6 persen, meski target dalam APBN 2007 adalah 6,5 persen mengingat harga beras sebagai pemilik bobot terbesar dalam penghitungan inflasi akan terus turun, dan kebijakan kenaikan PE dan DMO produk CPO diyakini akan menurunkan harga minyak goreng hingga akhir tahun nanti, apalagi dengan turunnya harga CPO di pasar internasional. "Untuk BI Rate, kita masih melihat ada cukup peluang karena perbedaan antara BI Rate dan The Fed, 325 bps. Cadangan devisa kita 50,9 miliar dolar AS. Kita proyeksikan akhir tahun mencapai 55 miliar dolar AS. Memang agak` slow down` dibandingkan semester I karena suku bunga semakin turun, dan `yield` nya juga turun sehingga insentif untuk `capital inflow` lebih kecil daripada bulan-bulan sebelumnya," kata Anggito. Kenaikan cadangan devisa, katanya, akan disebabkan oleh net ekspor yang akan naik baik migas maupun non migas, investasi portofolio dalam bentuk SBI, SBN atau pasar modal, dan melalui PMA/PMDN. Demikian pula dengan perkembangan di pasar modal dimana pada Juni Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menembus level 2.200 dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp1.506 triliun. "Pada bulan Juni terjadi negatif net buying asing atas obligasi negara sebesar Rp1,6 triliun dengan nilai kumulatif mencapai Rp26,8 triliun yang disebabkan sentimen negatif atas saham di emerging market. Ini perlu tetap dimonitor mengingat komposisi kepemilikan asing dapat mempengaruhi stabilitas nilai tukar dan ketahana perekonomian nasioanl terhadap potensi pembalikan modal," katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007