Bandung (ANTARA News) - Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat, Irjen Pol Agung Budi Maryoto menyatakan, jajarannya sedang memburu tujuh buron terkait kasus minuman keras oplosan yang menyebabkan ratusan orang keracunan, 41 orang di antaranya meninggal dunia di Cicalengka, Kabupaten Bandung.

"Kami juga sudah menerbitkan tujuh DPO (Daftar Pencarian Orang)," kata Agung saat jumpa pers kasus minuman keras oplosan di Cicalengka, Bandung, Kamis.

Ia menyampaikan, polisi sementara baru menetapkan tersangka Hamciak yakni istri dari salah seorang buronan Syamsudin Simbolon yang berperan sebagai peracik minuman keras, kemudian menahan seorang penjual minuman keras ginseng, Julianto Silalahi.

Hasil pemeriksaan sementara, kata Agung, Syamsudin merupakan peracik minuman keras oplosan yang dilakukannya bersama tiga orang yakni Asep, Uwa dan Soni yang akhirnya diperjual belikan di sejumlah tempat di wilayah Cicalengka dan sekitarnya.

"Syamsudin, Asep, Uwa, dan Soni, keempat orang itu merupakan pembuat miras," katanya.

Kapolda menyampaikan, selain empat orang tersebut, ada tersangka lain yang sedang diburu polisi yakni Asep, Willy dan Roy, mereka berperan sebagai agen penjual minuman keras.

Tiga tersangka itu, lanjut Kapolda, menjual minuman kerasnya di wilayah Kecamatan Nagreg, Cicalengka, Jalan Bypass Cicalengka, Kabupaten Bandung, dan di Cibiru, Kota Bandung.

Kepolisian masih menyelidiki lebih lanjut titik penjualan minuman keras tersebut diecerkan kembali atau dijual langsung kepada konsumen, bahkan polisi juga masih mendalami kadar dari minuman racikan itu.

"Kalau dia (Syamsudin) ditangkap bisa ditanya kadarnya, dari hasil uji lab, ada kandungan metanol dan etanol dalam miras itu," katanya.

Kapolda menegaskan, tersangka dalam kasus minuman keras oplosan itu akan dijerat Pasal 204 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun, selain itu dikenakan Pasal 140 dan 142 Undang-undang nomor 18 tahun 2012 tentang pangan degan ancaman hukuman pidana dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp4 miliar.

Pewarta: Feri Purnama
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018