Denpasar (ANTARA News) - Pengamat seni yang juga Ketua Listibya Provinsi Bali Dr I Nyoman Astita mengatakan kekhasan syair kesenian Janger perlu didokumentasikan sehingga kedepannya dapat dijadikan bahan studi dan perbandingan.

"Ini yang perlu kita dokumentasikan sehingga kedepannya kita dapat melihat kreativitas pada tahun-tahun tertentu itu bagaimana, dan sekarang bagaimana," kata Astita usai menonton pentas Janger, di Taman Budaya Denpasar, Minggu malam.

Menurut Astita, setelah menonton beberapa pementasan janger di acara Gelar Seni Akhir Pekan (GSAP) Bali Mandara Nawanatya, ia melihat setiap pementasan janger memiliki satu atau dua lagu andalan yang khas yang beda dari yang lain. "Ada ciri khasnya Janger dari Panjer, Janger dari Pegok dan Janger dari Klungkung," ucapnya.

Oleh karena itu, lanjut dia, ketika memberikan pembinaan perlu untuk mendorong kreativitas menciptakan syair-syair itu. "Jadi, saya lihat Janger ini sangat fleksibel untuk menjadi media ekspresi," ujarnya.

Sementara itu, pengamat seni Prof Dr I Made Bandem berpandangan senada, yang menekankan pentingnya lagu dalam Janger. "Janger itu sesungguhnya lebih mengutamakan lagunya dari tariannya. Karena mereka `kan tidak dapat menari tanpa lagunya benar. Misalnya Janger yang asli itu tari itu dituntun oleh lagu," kata Bandem.

Hanya saja, menurut Bandem, karena sekarang zaman legong dan gebyar maka tarian yang kuat dibandingkan lagunya.

Pada kesempatan itu, Bandem dan Astita sepakat pementasan Janger oleh SMPN 2 Dawan dan SMPN 9 Denpasar malam ini cukup menarik dan bagus.

"Janger yang pertama dari Dawan (SMPN 2 Dawan-red) lebih natural. Sementara Janger yang kedua dari Denpasar (SMPN 9 Denpasar-red) vokalnya lebih bagus," kata Astita.

Menurut pengakuan penampil dari SMPN 2 Dawan, AA Sagung Ngurah Anvantari, ia dan teman-temannya menyiapkan pementasan janger "Si Godogan Mencari Cinta Sejati" selama sebulan lebih.

Selama berlatih menurutnya, hal yang paling sulit untuk dilakukan adalah melatih kekompakan lagu dengan tarinya.

"Untuk menyesuaikan gerak dan nyanyian sama temen-temen menjadi kesulitan kami selama latihan," ujar Gung Tari yang masih duduk di kelas 7 SMP ini.

Namun, kesulitan itu dipatahkan dengan penampilan mereka yang memukau. Dirinya pun berharap, agar ia dan kawan-kawan yang bernanung dalam komunitas seni Gunaraksa senantiasa tetap menari dan terus menari dengan sepenuh hati dan berbhakti kepada Tuhan.

Menari dengan hati tak hanya harapan Gung Tari. Ni Kadek Aryawati, SPd yang mengampu tugas sebagai pembina tari SMP Negeri 9 Denpasar turut berujar hal yang senada.

"Mencari anak-anak yang memang menari dengan sepenuh hati memang menjadi kesulitan bagi kami," ucapnya.

Bagi Aryawati, jika seorang penari menari dengan hatinya taksu yang keluar akan berbeda. "Taksu yang dikeluarkan setiap penari berbeda, yang menari dengan sepenuh hati paling terlihat," ujarnya.

Aryawati pun menambahkan, menari dengan hati dapat menumbuhkan budi dalam diri penari itu sendiri. Sebab, jika penari menghayati setiap gerak tari, pasti mengandung sebuah makna yang erat kaitannya dengan pelajaran bertingkah laku di kehidupan.

Sekolah yang dibinanya juga menampilkan janger yang diselipi drama "Sunda Upasunda" yang sarat akan makna.

Baca juga: Anak-anak Nusa Lembongan "beradu" Janger massal

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018