Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Theo L Sambuaga, kembali menegaskan kawasan perbatasan telah disepakati bukan lagi sebagai daerah belakang atau pinggiran, tetapi merupakan halaman terdepan Nusantara, sehingga pemberdayaannya menjadi hal yang semakin penting demi menegakkan keutuhan NKRI dari Papua hingga Aceh. "Kita semua telah sepakat, jangan lagi menganggap kawasan perbatasan itu sebagai daerah pinggiran, tetapi merupakan halaman terdepan Nusantara dan karenanya harus dibenahi dengan serius," kata Theo Sambuaga dalam perbincangan khusus dengan ANTARA, di Jakarta, akhir pekan lalu. Jika kawasan perbatasan merupakan halaman depan Nusantara, lanjut Theo Sambuaga, mestinya pemberdayaannya harus terus ditingkatkan, agar wilayah tersebut bisa menampilkan citra bangsa yang baik dalam kehidupan bertetangga dengan negara lain, sekaligus menampakkan jatidiri beradab di fora internasional. Kekeliruan di masa lalu dengan hanya menempatkan kawasan perbatasan dalam paradigma lama, sebagai daerah belakang atau pinggiran, telah menjadikan banyak wilayah yang jauh dari sentral seolah terbiarkan. Akibatnya, ada-ada saja pihak lain yang coba mengklaim kawasan teritorial tertentu, apakah itu daratan atau pulau-pulau sebagai milik mereka. "Iya, seolah ada pembiaran, dan konsekuensinya telah kita rasakan betapa pahitnya ketika Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan dicaplok pihak asing," ujarnya mengingatkan. Lintas sektoral Theo Sambuaga yang juga salah satu Ketua DPP Partai Golkar menambahkan, tanggungjawab utama memberdayakan kawasan perbatasan itu tak hanya berada pada satu departemen saja, tetapi pada beberapa departemen lainnya. "Memang, Depdagri dan Dephan sepertinya yang paling bertanggungjawab untuk itu. Tetapi mestinya harus lintas sektoral dan seyogianya ada satu badan khusus yang diberi kewenangan pas, sehingga bisa berfungsi aktif, tak hanya sebagai pajangan belaka," tegas Theo Sambuaga. Lenyapnya beberapa daratan atau pulau kecil, akibat penambangan pasir dan tanah secara ilegal di kawasan Selat Malaka, dan banyaknya pulau-pulau terluar yang kemungkinan dipakai secara ilegal, perlu mendapat perhatian serius oleh lembaga-lembaga tersebut. "Jangan nanti setelah masalahnya telah menjadi krusial sekali, baru rame-rame membenahi," tandas Theo Sambuaga lagi. Karena itu, program pembangunan pos-pos pengawasan, pelintas batas di sejumlah wilayah perbatasan daratan, terutama di Papua, NTT dan Kalimantan, juga pendirian sebanyak mungkin mercu suar di pulau-pulau terluar, harus semakin digencarkan. "Saya juga mendukung program `resettlement`, baik di kawasan perbatasan daratan terpencil, maupun di pulau-pulau kosong di wilayah terluar Nusantara, tentu disertai dengan pembangunan berbagai fasilitas pendukung yang diperlukan," ujarnya. (*)

Copyright © ANTARA 2007