Washington (ANTARA News) - Seorang ahli tulang belakang yang berusaha mengungkap mengapa orang begitu sering mengalami sakit punggung mengatakan ia telah menemukan teori baru mengenai kapan dan bagaimana manusia purba mengembangkan kemampuan untuk berjalan dalam posisi berdiri tegak. Tulang punggung makhluk yang mirip manusia yang berusia 21 juta tahun dan kera besar memberi petunjuk awal, kata Dr Aaron Filler dari Cedars Sinai Medical Center di Los Angeles. Perubahan besar pada makhluk bertulang belakang tersebut yang memungkinkan makhluk pra-manusia itu untuk berdiri tegak dan membawa beban juma membuatnya lebih mudah untuk patah dan memaksakan piringan seperti sepon antara setiap tulang belakang, kata Filler --seorang dokter medis. Pada gilirannya, itu menjelaskan mengapa nyeri punggung menjadi penyebab utama cacat jasmani, katanya. Filler, yang menulis di jurnal Neurosurgical Focus, Ahad, mengatakan salah satu petunjuk utama ialah susunan tulang yang disebut proses "transverse", yang mencuat dari pinggir lubang, di sekitar tulang punggung, kata Filler dalam suatu wawancara telefon. Itu adalah tempat otot terikat pada tulang punggung. "Tulang punggung berubah sedemikian rupa sehingga memutar-balikkan mekanisme tulang punggung," kata Filler. "Tuas tulang punggung berubah dari tulang punggung yang merunduk menjadi tulang punggung yang tegak." Kebanyakan makhluk bertulang belakang berorientasi ke depan, dan berjalan dengan menggunakan "empat kaki". Proses perubahan tersebut berada di bagian depan setiap makhluk bertulang belakang, menghadap perut sang makhluk. Itu juga terjadi pada monyet, katanya. Namun pada manusia dan fosil makhluk yang berusia 21 juta tahun yang disebut "Morotopithecus bishopi", makhluk mirip kera yang menghuni pohon dan menetap di wilayah yang sekarang menjadi Uganda, proses perubahan tersebut telah bergerak mundur, di belakang permulaan urang tulang punggung. Kera besar, seperti monyet, memiliki pola itu. Fosil tersebut ditemukan pada 1960-an tapi tak seorang pun memperhatikan perubahan penting itu sampai 1997, ketika ahli paleontologi Laura Mac Latchy dari State University of New York di Stony Brook melaporkan mengenai pola luar biasa dari Morotopithecus. "Itu berarti bahwa postur makhluk berkaki dua dengan tubuh tegak berusia 20 juta tahun, bukan hanya 5 atau 6 juta tahun," kata Filler. Dalam studinya dan dalam buku yang diterbitkan pekan lalu yang disebut "The Upright Ape --a new origin of the Species", Filler menyatakan bahwa nenek moyak yang sama itu, dan nenek moyak yang berusia jutaan tahun sebelumnya, berjalan tegak. Homo sapien, spesies manusia, terus berjalan tegak, sedangkan kera berevolusi kembali kepada berjalan dengan "empat kaki". "Ketika anda memperhatikan kebanyakan spesies kera, tulang punggung mereka dan kebanyakan tubuh mereka masih kelihatan mirip monyet," kata Filler. Ia juga mengatakan manusia mengembangkan susunan otot baru yang menarik tubuh dari satu sisi ke sisi lain sewaktu berdiri. "Ini sangat penting untuk membawa bayi atau seorang anak," kata Filler. "Dari sudut pandang nyeri tulang punggung, sekarang kita memiliki otot besar yang melakukan pekerjaan berat ini --tindakan yang tak pernah dilakukan sebelumnya. Semua itu dapat terkoyak dan cedera." Orientasi ke belakang juga bisa membuat piringan bantalan tergencet, kata Filler. "Pada kebanyakan hewan, tulang belakang terpisah ketika mereka membawa bayi di punggung mereka sewaktu bertumpu pada keempat kaki," katanya. Yang lebih membedakan manusia dengan kera ialah posisi tempat tulang punggung terikat pada pinggul, kata Filler, yang membedah tulang punggung monyet dan kera mati serta membandingkannya dengan tulang dari hewan lain yang masih hidup dan sudah punah serta fosil dari berbagai makhluk pra-manusia, demikian Reuters.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007