Jakarta (ANTARA News) - Harapan korban luapan lumpur Lapindo di Sidoardjo Jawa Timur kepada DPR RI agar ganti rugi kepada mereka segera tuntas hingga kini belum menemui titik terang karena proses interpelasi di DPR terganjal akibat perbedaan antar Fraksi. Dalam rapat paripurna DPR RI yang dipimpin Ketua DPR Agung Laksono di gedung MPR/DPR RI di Jakarta, Selasa, pertentangan tajam muncul setelah juru bicara pengusul Abdulah Azwar Anas (Fraksi PKB) menyampaikan usulan hak interplasi kasus lumpur Lapindo. Usulan tersebut ditandatangani oleh 225 anggota DPR RI sebagai bentuk ketidakpuasan atas langkah pemerintah dan PT Lapindo Brantas dalam mengambil langkah penyelesaian masalah itu. Fraksi Partai Golkar melalui Darul Siska dan Ferry Mursyidan Baldan mengemukakan sebaiknya DPR RI membentuk tim pengawas untuk mengawasi langkah pemerintah dan Lapindo dalam menyelesaikan tanggung jawabnya. Demikian juga Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarif Hasan mengusulkan agar DPR RI sebaiknya membentuk tim pengawas daripada melanjutkan proses usulan hak interpelasi. Ditambahkannya, pemerintah sudah berbuat maksimal bahkan presiden sudah menekan PT Lapindo untuk memberikan ganti rugi pada masyarakat yang menjadi korban. Hal itu antara lain direalisasikan Rp100 miliar per minggu selama 10 bulan telah disiapkan perusahaan tersebut sehingga DPR hanya perlu mengawasi proses ganti rugi yang telah disanggupi oleh Lapindo. Namun Aryo Bima dari Fraksi PDI Perjuangan menyatakan usulan interpelasi bukan suatu hal yang mengada-ada dan pihaknya sepakat bahwa persoalan ini tidak dipolitisasi. PDI-P menganggap pemerintah dan Lapindo tidak serius menyelesaikan persoalan sehingga warga semakin menderita. Sedangkan Ali Mubarok dari Fraksi PKB menyatakan persoalan justru semakin kompleks dan rakyat tidak mendapat perlindungan karena itu pihaknya mempertanyakan sejauh mana keseriusan pemerintah mengatasi persoalan. "Untuk ganti rugi 20 persen saja sulit bagaimana dengan yang 80 persen," katanya. Ia juga menambahkan pihaknya tidak puas atas langkah pemerintah termasuk tidak adanya penegakan hukum dalam kasus ini. Senada dengan Ali Mubarok, Sundari dari Fraksi PDI-P yang memiliki rumah di kawasan Lapindo itu tepatnya di Blok C 33 perumahan Tanggul Angin Sejahtera, mengemukakan sejak adanya luapan lumpur hingga saat ini persoalan semakin serius, mulai terjadi konflik horizontal, pengungsi mulai diintimidasi, banyaknya angka drop out anak sekolah, munculnya berbagai penyakit, runtuhnya infrastruktur dan tutupnya pabrik di sekitar Sidoarjo. Rapat paripurna tersebut sempat memanas ketika Panda Nababan melakukan interupsi. Ia mengatakan, pentingnya DPR mengambil keputusan atas hak interpelasi karena keputusan sangat penting dan ditunggu ribuan orang di Jawa Timur. Saat Panda akan melanjutkan interupsinya, tiba-tiba mikrophone mati dan ia berteriak memprotesnya. Agar adanya titik temu antara pihak yang saling bertentangan maka pimpinan DPR RI menskors persidangan untuk membuka forum lobbi antar pimpinan Fraksi.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007