Jakarta (ANTARA News) - "Hanya ada satu kata, lawan," teriak secara serempak ratusan orang pengunjuk rasa sebagai salah satu bagian dari ritual perjuangan di jalan-jalan raya Jakarta. Kini, kredo itu akan berlaku bagi pasukan Bambang Pamungkas dan kawan-kawan dengan memekikan, "Kami siap. Kami tidak takut dengan lawan bernama besar." Lawan yang berada di hadapan tim Merah Putih yakni Korea Selatan, tim yang terbilang punya nama di kawasan Asia. Keduanya terikat duel pada Rabu (18/7) untuk menentukan tim yang bakal mewakili Grup D ke perempatfinal Piala Asia 2007. Aroma untuk menang telah menyebar di sekitar Senayan, karena ribuan orang menyerbu sejumlah loket penjualan tiket pertandingan dalam dua hari menjelang laga. Di atas terik matahari siang, publik Jakarta mengharapkan datangnya kekuatan dari langit bagi tim Merah Putih. Jalan-jalan raya sekitar kompleks Senayan dipenuhi aneka kendaraan, dari motor sampai mobil, bahkan tidak sedikit yang memanfaatkan kendaraan angkutan umum. Pembicaraan mereka hanya satu topik, "Pulangkan Ksatria Taeguk ke kandangnya." Ketika makan siang tiba, ratusan pegawai berhamburan keluar dari gedung-gedung jangkung di sepanjang kompleks perkantoan kawasan Thamrin sampai Jalan Sudirman. Mereka bagaikan terbius oleh sihir yang dihembuskan oleh para fans yakni "Ini Kandang Kita". Pembicaraan kelompok berdasi pun bergeser pada topik duel tim Merah Putih melawan Ksatria Taeguk, sebutan bagi tim Korea Selatan, "Apakah sudah dapat tiket?" demikian pertanyaan yang kerapkali mengemuka. Antusiasme meluap, animo melimpah, karena libido untuk menang menyeruak. Mereka terbilang sebagai cucu dari Bapak Psikoanalisa Sigmund Freud yang menyatakan naluri agresivitas kerapkali lebih kuat ketimbang pertimbangan rasio. Rasio memandu manusia untuk bersikap sopan kepada sesama, taat pada atasan. Kenyataannya, publik tidak jarang jatuh bangun merajut kerjasama dalam tim, bahkan menunjukkan kecenderungan perilaku anti-sosial. Namun, Freud boleh jadi bakal terperangah, kalau saja dia menyaksikan perilaku para fans di Gelora Bung Karno pada pertandingan Indonesia melawan Arab Saudi, karena penonton mampu mensumblimasikan naluri agresivitas menjadi energi sportivitas. "Kampungan, kampungan, kampungan," demikian para penonton di tribun atas berteriak berbarengan begitu melihat rekan-rekannya bertindak ganjil, misalnya menyalakan kembang api, membuat gaduh, melempar botol berisi air ke tribun bawah. Sementara berbagai spanduk berukuran besar memompa semangat untuk mendominasi ribuan pasang mata. "Hidup atau mati untuk Indonesia" "Bersatulah Indonesia" "Menang, menang, dan Menang". Bunyi genderang berkali-kali terdengar, yel-yel tersebar. Tangan kanan mengacung ke udara mengharap datangnya kekuatan ekstra bagi tim Indonesia. Publik ingin melihat pasukan Ksatria Taeguk kembali tertunduk lesu, sama ketika mereka dikalahkan Bahrain pada pertandingan hari Minggu (15/7), meski perjuangan tidaklah mudah. "Mereka berkali-kali lolos ke Piala Dunia. Tetapi kami tidak takut dengan lawan bernama besar karena kami telah menunjukkan diri sebagai tim yang punya karakter," kata striker Bambang Pamungkas. Indonesia harus menang untuk bisa merebut tiket ke babak delapan besar, dan ia menyadari bahwa jalan meraih kemenangan masih terjal. "Kami punya strategi khusus (untuk mengalahkan Korsel) dan kami akan memanfaatkan waktu istirahat kami yang lebih panjang sehari dibandingkan lawan," katanya. Pada pertandingan sebelumnya melawan Arab Saudi, Bambang dkk. kalah akibat gol lawan lima menit sebelum pertandingan usai. Respons media, "Kita kalah dengan kepala tegak". Pelatih Indonesia Ivan Venkov Kolev punya cara melukiskan arti penting laga tersebut. "Akan ada dua tim yang masuk lapangan dan bertanding untuk menang. Itu akan menjadi pertandingan yang seru," kata pelatih asal Bulgaria itu. Bahkan media massa Korea Selatan, The Korea Times, memberi label pertandingan itu sebagai "laga pulang kandang", kalau timnya kalah dari Indonesia di hadapan 90.000 penonton. "Pertandingan akan berjalan menarik. Mereka harus menang di hadapan 85.000 pendukung tim Indonesia," kata pelatih Korea Selatan, Pim Verbeek. Pola yang dimainkan Asosiasi Sepakbola Korea (KFA) menyatakan kepercayaan diri pemain perlu dikobarkan di dada setiap pemain. Meski Pim Verbeek tidak tanpa masalah. Cedera menimpa dua pemain bintang, yakni gelandang Manchester United Park Ji-sung dan pemain belakang Tottenham Lee Young-pyo. Ini belum ditambah dengan absennya Kim Nam-il yang menderita hernia. Sisi lapangan tengah jadi lubang kelemahan. Untuk menutup lini gelandang, pelatih asal Belanda ini menurunkan lima pemain untuk mendukung satu striker. Ia mengadopsi pola 4-5-1. Pola ini relatif lamban untuk mencapai transisi menjadi tiga striker yang siap menyerang, sementara gelandang tampak terlalu bermain ke dalam. Jadilah, "target- man" terisolasi karena tidak ada distribusi umpan-umpan dari pemain lapangan tengah. Ini yang dikritik oleh sejumlah analis sepakbola Korsel setelah menyaksikan penampilan asuhan Verbeek dalam Piala Asia di Jakarta. Penampilan pemain depan Lee Dong-gook and Cho Jae-jin tampak mandul. Dalam wawancara dengan harian Korsel itu, Lee mengeluhkan pola yang diterapkan oleh Verbeek. Pola itu justru mengacaukan gaya permainan pasukan Korsel, karena mengibiri gerak pemain lapangan tengah. Untuk bermain lebih menyerang, pola 4-4-2 bakal diterapkan dengan mengandalkan peran pemain klub Ulsan Hyundai Lee Chun-soo. "Ini pilihan logis untuk mengakhiri paceklik gol yang melanda tim kita," tulis harian itu. Di barisan belakang, pilihan jatuh kepada pemain berusia 21 tahun Kang Min-soo and Kim Jin-kyu (22 tahun). Sementara Kim Jung-woo, gelandang bertahan "dipaksa" menjadi gelandang serang untuk mendobrak pertahanan Indonesia. Ksatria Taeguk memiliki masalah di lini gelandang. Padahal, bermain menyerang jadi plihan satu-satunya. Mimpi buruk dari pertandingan ketika melawan Bahrain hendaknya tidak terulang, tulis Joong Ang Daily. Hasil imbang 1-1, membuat pemain belakang terlena yang berbuah gol. Pemain Salman Isa Ghuloom melepas tembakan keras dengan kaki kiri yang menembus gawang Lee Woon-jae. Keesokan harinya, pemain depan Lee Dong-gook mempertanyakan pola permainan menyerang yang diinstruksikan oleh Verbeek. "Para pemain Bahrain telah mengetahui taktik kami dan pola serangan yang kami bangun," katanya kepada AFP. "Serangan kami terfokus pada satu cara, yakni dari sisi sayap. Pelatih mememerintahkan saya untuk tinggal di kotak penalti lawan, tanpa ada satu kesempatan pun untuk menyentuh bola di sisi lapangan tengah. Kami harus mengubah taktik dan strategi bermain," katanya. Apakah kekeliruan-kekeliruan ini akan berulang ketika bertanding melawan Indonesia? Akankah Ksatria Taeguk pulang kandang karena mereka berhadapan dengan "teror" penonton yang siap meneriakkan, "Kami harus menang". Hanya ada kata, "Lawan, lawan, dan menang". (*)

Pewarta: Oleh AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2007