Jakarta (ANTARA News) - Pengamat hukum Universitas Bung Karno, Azmi Syahputra, menilai fungsi Markas Komando (Mako) Brimob harus dikembalikan sebagaimana mestinya pascarusuh tahanan teroris di rutan kompleks Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

"Berkait kerusuhan Rutan Mako Brimob banyak hal yang harus dikaji terlebih dulu dari aspek historisnya. Timbul pertanyaan buat apa rutan di Mako Brimob?," katanya kepada Antara di Jakarta, Jumat.

Ia menyebutkan Rutan Mako Brimob itu hanya diperuntukkan bagi anggota polisi yang sedang menghadapi proses hukum atau pelanggaran etika agar polisi tidak digabungkan dengan tahanan lain guna melindungi keselamatan anggota kepolisian termasuk pascapemisahan TNI Polri sehingga polisi membuat tahanan tersendiri bagi anggotanya.

Selanjutnya harus dipahami makna rutan dan lapas. Rutan adalah penempatan penahanan sementara bagi tersangka atau terdakwa namun jika sudah jadi narapidana dan berkekuatan hukum tetap maka pembinaan semestinya di lapas, katanya.

Namun ironisnya, kata dia, di saat yang sama tejadi kelebihan kapasitas lapas sehingga rutan pun dijadikan tempat pembinaan, ini yang jadi masalahnya. Sehingga mabes Polri dan Kementerian Hukum HAM menjadikan Mako Brimob sebagai Unit Pelaksana Teknis dari Kemenkumham berdasarkan Permenkumham nomor 01/PR.02/03/2007, paparnya.

Pasal 1 angka 2 PP 27 tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksana KUHAP sudah tegas memberikan batasan definisi dan penempatan termasuk dalam pasal 1 angka 3 UU Nomor 12 tahun 1995 sehingga sangat jelas kriteria batasan antara rutan dan lapas.

"Ketentuan ini yang tidak dijalankan oleh Polri dan Kemenkumham," katanya.

"Justru melalui?Permenkumham tahun 2007 lah yang jadi celah berubahnya?fungsi Rutan Mako Brimob," katanya.

Pasal 12 UU Nomor 12 tahun 1995 jo Pasal 7 PP 58 tahun 1999 sudah menjelaskan dalam penempatan klasifikasi rutan atau lapas harus ada persamaan terhadap umur, jenis kelamin dan jenis tindak pidana yang dilakukan.

"Ini yang tidak dijalankan oleh kementerian hukum walaupun memiliki kewenangan untuk menetapkan suatu tempat menjadi rutan. Kekeliruannya adalah dengan menggabungkan napi dari macam macam tindak pidana di rutan," katanya.

Hal itu, kata dia, adalah tidak tepat dan tidak menjalankan UU, KUHAP dan Peraturan Pelaksana KUHAP. Apalagi jika sudah mengetahui kapasitas yang melebihi jumlah napi sehingga fungsi sasaran pembinaan dan pengawasan tidak dapat dilakukan optimal atau ditindaklanjuti.

"Inilah yang dapat menjadi salah satu pemicu sehingga?kini semua pihak prihatin sampai harus ada korban yang meninggal dan luka luka. Maka tidak ada pilihan lain selain mengembalikan fungsi Mako Brimob sebagaimana mestinya," katanya.

Baca juga: Seniman juga doakan polisi korban insiden Mako Brimob

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018