Ada lima orang. Mereka ini masih satu keluarga lagi, masih diidentifikasi oleh kita
Surabaya (ANTARA News) - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan pelaku penyerangan bom di Mapolrestabes Surabaya, Senin merupakan satu keluarga.

Kapolri saat menyampaikan keterangan pers di Mapolda Jatim mengatakan dalam aksi bom bunuh diri itu, pelaku membawa dua sepeda motor dan bom peledak.

"Ada lima orang. Mereka ini masih satu keluarga lagi, masih diidentifikasi oleh kita," kata Tito.

Dalam aksinya lima orang itu meledakkan diri dan empat di antaranya meninggal dunia.

Baca juga: 10 orang jadi korban ledakan bom di Mapolrestabes Surabaya

"Mereka mau masuk dan penjagaan cukup ketat, saat distop ada mobil anggota masuk kemudian ada ledakan. Empat orang meninggal, anak tersebut terlempar masih selamat," ujarnya.

Tito mengungkapkan, saat ini anggota kepolisian mengalami luka namun tidak meninggal dunia atas ledakan itu.

Tito mengemukakan, kelompok yang melakukan aksi di Polrestabes Surabaya merupakan bagian dari kelompok yang sama yang melakukan aksi di tiga gereja di Surabaya, Minggu yakni kelompok sel Jamaah Ansharud Daulah (JAD) di Surabaya.

"Kenapa aksinya di Surabaya? Karena mereka menguasai daerah ini. Mengapa mereka melakukan aksi ini? Karena pimpinan mereka ditangkap. Instruksi juga dari ISIS sentral di Suriah," ucapnya.

Baca juga: Pelaku bom di Polrestabes Surabaya gunakan motor

Ia menilai, fenomena bom bunuh diri ini bukan hal yang baru dan bom bunuh diri yang melibatkan wanita juga bukan hal yang pertama namun aksi kali ini yang berhasil.

Pada Tahun Baru, Polri berhasil menghentikan bom bunuh diri oleh Novi di Jakarta, yang berhasil ditangkap dalam keadaan hamil dan dibawa ke Rutan Mako Brimob. Beberapa bulan kemudian yang bersangkutan melahirkan bayi.

Waktu melahirkan yang menolong dan mengurusi itu Sulastri yang merupakan Polwan. Dia jg ditahan di rutan itu.

"Ini fenomena serangan bunuh diri oleh wanita bukan yang pertama di dunia. India dulu dikalungkan bunga ternyata bahan peledak, Suriah dan Irak, termasuk di website mereka ada," ujarnya.

Namun, fenomena menggunakan anak-anak baru pertama kali di Indonesia untuk usia sembilan dan 12 tahun.

"Di ISIS mereka sudah melakukan di Suriah menggunakan anak-anak. Memprihatinkan. Perkembangan seperti ini dan ini tidak terkait agama tapi ini terkait dengan jaringan dalam negeri, regional, Filipina dan timur tengah, kita akan bekerja lebih keras lagi untuk menangani ini," ucapnya.

Baca juga: Polisi selamatkan seorang bocah perempuan, diduga anak pelaku bom

Baca juga: Akses ke Mapolrestabes Surabaya ditutup total



 

Pewarta: Indra Setiawan/Willy Irawan
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018