Jakarta (ANTARA News) - Kalangan industri grafika nasional harus mulai menerapkan dan mengikuti standar internasional yang berlaku serta meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya untuk bisa bersaing dengan industri sejenis dari negara lain khususnya di Asia. Irvan A. Noe'man, CEO FGDExpo 2007, sebuah pameran industri grafika skala internasional yang digelar di Jakarta pada 8-12 Agustus 2007 menyatakan bahwa standarisasi dalam industri grafika, utamanya dalam proses desain, sangat penting agar produk dan karya-karya grafika Indonesia bisa diterima dan sejajar dengan negara lain. Menurut Irvan kepada ANTARA News di Jakarta, Jumat, secara kreativitas sebenarnya kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) industri grafika dalam negeri tidaklah kalah dengan negara lain, tetapi ketika menerapkannya dalam produk digital, maka proses dan hasilnya belum mengikuti standar internasinal yang berlaku. "Sebuah kelemahan, SDM grafika Indonesia masih bekerja lebih berdasarkan perasaan dan tidak menggunakan ukuran-ukuran yang terukur dengan jelas yang menjadi standar internasional. Kendala 'knowledge' (pengetahuan)," katanya. Senada dengan pendapat Irvan, Managing Direktor FDGExpo 2007, Herman Pratomo menekankan betapa pentingnya pengenalan dan memberikan pengertian kepada kalangan pelaku industri grafika di tanah air untuk mengaplikasikan standar internasional yang harus dipenuhi. "Yang penting keinginan untuk tahu dulu, setelah tahu bagaimana pentingnya stadarisasi, baru bisa kita arahkan. Dari sisi kreativitas kita tidak kalah, tetapi ketika memasuki produksi kita lemah. Kendalanya banyak, birokrasi yang berbelit juga menghambat kita untuk mendapatkan pengalaman di pasar ekspor," katanya. Melihat kurangnya kemampuan SDM grafika dalam negeri yang menjadi kelemahan utama industri sektor ini di Indonesia, baik Irvan maupun Herman sepakat tentang perlunya peningkatan kemampuan SDM grafika di tanah air. Mengimplementasikan hal itu dibutuhkan peran berbagai pihak termasuk pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasarana pendidikan grafika yang dibutuhkan. Menurut Herman, dibutuhkan modal yang tidak sedikit untuk menyediakan sarana pendidikan seperti mesin cetak dan peralatan desain. "Kalau hanya mengandalkan industri dalam peningkatan kemampuan SDM, sangat sulit karena sebagian besar industri grafika di dalam negeri adalah usaha menengah kecil dengan kemampuan terbatas," katanya. Yang lebih penting lagi, katanya, bagaimana industri dan pemerintah bisa memberikan jaminan masa depan yang jelas bagi SDM di sektor ini. FGDExpo 2007 FGDExpo 2007 yang digelar oleh Forum Grapika Digital pada Agustus mendatang, menurut Irvan A. Noe'man, akan mencakup dua kegiatan utama yakni pameran teknologi grafika dan konferensi, yang diharapkan dapat memberikan edit value (nilai tambah) bagi kalangan dan pasar industri grafika di dalam negeri. Dalam pameran yang bertajuk "Technology Meet Creativity" yang mempertemukan teknologi dengan kreativitas tersebut, akan hadir kalangan industri grafika dalam dan luar negeri seperti dari Jerman, Jepang, Amerika Serikat, Taiwan, India dan lainnya. Menurut Herman Pratomo, pameran itu akan diikuti kurang lebih 300 peserta dengan target pengunjung hingga 150 ribu. Melalui pameran yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center (JCC) itu, penyelenggara mengharapkan akan terjadi transaksi lebih dari Rp120 miliar. Herman beryakinan industri grafika di dalam negeri akan terus berkembang dengan pesat di masa datang dan baru 10 persen yang menerapkan teknologi digital, sementara sisanya masih beroperasi secara konvensional. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007