Buleleng, Bali (ANTARA News) - Maestro seni bondres dari Buleleng, Bali, Made Ngurah Sadika yang lebih akrab disapa Susik Bondres meninggal dunia pada Selasa, pukul 4.00 WITA, setelah sempat dirawat di RSUD Buleleng, Bali.

I Gede Arya Darmadi alias Cimcim, anak sulung almarhum, mengatakan ayahnya dilarikan ke RSUD Buleleng sejak sepekan lalu karena mengeluh sakit. Pemeriksaan dokter menyebutkan terjadi penyempitan pada tulang belakang.

"Setelah dirawat seminggu, bapak meninggal. Bapak sebenarnya juga punya riwayat disbetes sejak lama," kata Cimcim.

Sadika yang juga biasa disapa dengan nama Sadik meninggalkan dua anak dan seorang istri. Sebagai seniman bondres, Sadika bukan hanya dikenal di Buleleng, melainkan juga digemari di seluruh Bali hingga Lombok. Dalam bondres ia memainkan tokoh perempuan dengan menggunakan topeng wajah perempuan yang lucu bernama Susik. Sejak itulah nama Susik Bodres melekat kepada Sadika.

Dalam karir kesenimannya, Sadika bergabung dengan Sanggar Dwi Mekar pimpinan almarhum Nyoman Durpa. Setelah mengundurkan diri dari Dwi Mekar, ia membentuk sanggar sendiri bernama Sangar Susik yang sering pentas bersama grup-grup lawak di Singaraja dan Denpasar.

Dalam karirnya sebagai pegawai negeri sipil (PNS), Sadika mengawali karirnya sebagai guru yang mengajar di sejumlah sekolah di Buleleng. Lalu sempat diangkat menjadi Kepala Seksi Kesenian di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Buleleng.

"Setelah menjadi kepala seksi kesenian, Bapak sempat ditarik lagi menjadi guru di Sumberkima Gerokgak, sebelum diangkat kembali menjadi Kepala Bidang Kebudayaan di Disbudpar. Terakhir Bapak ditugaskan di Dinas Arsip dan Perpustakaan Buleleng," kata Cimcim.

Baca juga: Gubernur Bali bantu maestro seni bondres

Baca juga: Parade "Topeng Bondres" awali pembukaan LBF


Rencananya, upacara pengabenan dilaksanakan 22 Mei di rumah duka di Jalan Kresna, Singaraja.

Seniman bondres dari Rare Kual, Ngurah Indra Wijaya yang biasa disapa dengan nama Wah Rare Kual, mengatakan sebagai bondres yang jauh lebih muda ia merasa sangat kehilangan.

"Pak Sadik adalah guru yang tidak pernah pelit dengan ilmu seperti halnya Pak Durpa. Dari Pak Sadik saya banyak belajar bagaimana cara membuat trik bermain dengan spontan di panggung agar bisa memecah keheningan atau kebuntuan dengan model lawakan turun ke panggung," katanya.

Kepada seniman muda Sadika kerap memberi pesan agar dalam bermain total kalau sudah terjun ke dunia bondres.

"Yen be dadi seniman koje be nyemak gaen lenan, ne deen be terusang. Begitu ia kerap bicara. Artinya jadi seniman total tanpa mengambil pekerjaan lain," kenang Wah.

Pewarta: Made Adnyana & Gembong Ismadi
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018