Jakarta (ANTARA News) - Ferry Suryaprakasa, terdakwa kasus kematian penyanyi Alda Risma Elfariani, dituntut 14 tahun penjara oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Selasa. "Ferry Suryaprakasa bersalah secara sah dan meyakinkan telah melakukann tindak pidana pembunuhan secara bersama-sama," kata JPU, Enen Sari Banon. Ferry bersama Indra Dunianda dan Zen Firman dalam berkas terpisah didakwa melakukan pembunuhan terhadap penyanyi Alda Risma pada 12 Desember 2006 di hotel Grand Menteng, Jakarta Timur. Awalnya, dalam dakwaan pertama primer JPU mendakwa Ferry telah melakukan pembunuhan berencana seperti diatur dalam pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Sementara itu, dalam dakwaan pertama subsider, Ferry juga dinyatakan melakukan tindak pembunuhan dengan melanggar pasal 338 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Dalam dakwaan kedua, Ferry juga dijerat dengan UU Narkotika pasal 84 huruf d karena terbukti menggunakan berbagai jenis obat psikotropika yang menyebabkan kematian Alda. Kemudian JPU juga mendakwa Ferry telah melanggar pasal 82 ayat 1 huruf c UU 23/1992 tentang Kesehatan jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana sebagai dakwaan ketiga. Dari empat alternatif dakwaan itu, JPU hanya dapat membuktikan Ferry telah melakukan pembunuhan seperti diatur dalam pasal 338 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Keempat unsur dalam dakwaan subsider itu, yaitu barang siapa, dengan sengaja, merampas jiwa orang lain, serta melakukan dan turut serta melakukan, terpenuhi dalam perbuatan Ferry yang mengakibatkan kematian Alda. Menurut JPU, tindakan Ferry yang dengan sadar menyuntikkan obat-obatan ke dalam tubuh Alda hingga mengakibatkan kematian telah menjadi penguat dakwaan tersebut. Enen menyatakan, JPU tidak dapat membuktikan bahwa tindakan Ferry tersebut telah direncanakan terlebih dahulu. Pembunuhan berencana, menurut Enen, ditandai dengan adanya keadaan tertentu yang memungkinkan pelaku memikirkan cara pelaksanaan pembunuhan. Selain itu, JPU menilai perbuatan Ferry tidak dilakukan dengan tujuan menghilangkan nyawa Alda, meski Ferry menyadari penyuntikan obat-obatan tertentu berpotensi mengakibatkan kematian. Dengan begitu, JPU tidak bisa membuktikan bahwa Ferry telah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama seperti diatur dalam pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Selain menuntut 14 tahun penjara, JPU juga menuntut agar barang bukti berupa sisa obat dan alat-alat kesehatan, sejumlah pakaian dan handuk, kartu tanda pengenal atas nama Ferry, serta satu unit mobil Nisan X-Trail diserahkan kepada JPU untuk digunakan sebagai barang bukti dalam perkara serupa dengan terdakwa Indra Dunianda dan Zen Firman. JPU juga membebankan biaya perkara sebesar Rp2.000 kepada Ferry. Menurut Enen, tuntutan itu didasarkan pada sejumlah pertimbangan memberatkan, yaitu Ferry dinilai telah melukai perasaan hukum masyarakat dan tidak mengakui perbuatan. "Ferry juga terlihat tidak menyesali perbuatannya," kata Enen. Kemudian, pertimbangan yang meringankan adalah Ferry belum pernah dihukum, berlaku sopan selama sidang, dan masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki perilaku. Sesaat setelah Enen membacakan tuntutan 14 tahun penjara, Halimah yang juga ibu kandung Alda meluapkan ketidakpuasannya dengan meneriakkan kecaman kepada JPU dan Ferry. Tidak hanya itu, Halimah juga berusaha menerobos pembatas ruang sidang untuk menyerang Ferry. Aksi Halimah itu diikuti sejumlah kerabat Alda yang juga menghadiri sidang. Akibat perbuatan itu, suasana sidang menjadi rusuh. Sejumlah aparat keamanan segera mengamankan JPU serta Ferry dan kuasa hukumnya dari amukan massa. Pembacaan tuntutan sempat dihentikan akibat kejadian tersebut. Setelah suasana kembali normal, pembacaan tuntutan kembali dilanjutkan. Namun demikian, setelah tuntutan selesai dibacakan, Halimah didampingi sejumlah kuasa hukumnya, masih berusaha menemui JPU sehingga suasana ruang sidang kembali gaduh. Usaha itu gagal karena JPU, terdakwa, dan kuasa hukum terdakwa telah keluar dari ruang sidang dengan mendapatkan pengawalan ketat dari petugas kepolisian. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007