Jayapura (ANTARA News) - Rencana pemasangan "micro chip" bagi pengindap HIV/AIDS, seperti yang tertuang dalam rencana peraturan daerah (perda) tentang kesehatan yang disusun DPRD Papua, mulai menuai kecaman. Pro kontra itu berawal dari pembahasan isi pasal 35 rencana perda tentang pembangunan kesehatan yang saat ini tengah digodok Kelompok Kerja 3 DPRD Papua. Pada ayat 4 butir i pasal itu tertulis pengawasan dan pengendalian HIV/AIDS sebagaimana dimaksud pada ayat (4 g) diperlukan sebuah alat bantu deteksi yang dapat digunakan untuk mengetahui jumlah, sebaran, gerakan maupun aktifitas (seks) penderita atau orang dengangan HIV/AIDS (ODHA), misalnya dengan cara pemasangan "micro chip" atau pengkodean/penandaan paten kepada penderita HIV/AIDS yang dibuat sedemikian rupa sehingga tidak melanggar etika moral maupun hak asasi setiap orang. Rancangan itu berbeda dengan rancangan perda tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS yang sudah rampung dibahas dan tinggal disahkan DPR Papua. Akibatnya Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Papua, Drh. Costan Karma dengan tegas menolak rencana tersebut, dengan alasan rancangan itu tidak manusiawi dan melanggar hak asasi manusia. Selain itu, katanya, penggunaan "micro chip" juga bukan solusi terbaik dalam pencegahan penyebaran virus yang menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh manusia itu. Apalagi rancangan tersebut sebelumnya tidak pernah dibahas bersama dengan KPAD Papua sebagai lembaga yang menanggani masalah tersebut, kata Karma. "Saya menolak tegas rancangan tersebut, apapun alasannya," kata Ketua KPAD yang juga mantan Wakil Gubernur Papua. Menurutnya, hingga saat ini penyebaran HIV/AIDS di Papua lebih banyak melalui hubungan seks berganti pasangan dan dilakukan dengan cara tidak aman, yakni tanpa menggunakan kondom. Karena itu, katanya, pihaknya berulang kali mengimbau masyarakat yang sering berganti pasangan hendaknya dalam berhubungan seks selalu menggunakan kondom, demi memperkecil resiko tertular virus yang mematikan itu. Kepala Dinas Kesehatan Papua, dr. Bagus, juga mengakui pihaknya tidak pernah memberikan rancangan seperti yang tertuang dalam pasal 35 dalam rancangan perda tersebut. "Yang kami usulkan berbeda dengan rancangan tersebut, bahkan judul raperda itupun berbeda karena yang kami usulkan adalah pelayanan kesehatan masyarakat, sedangkan judul dalam rancangan yang diajukan legislative adalah pembangunan kesehatan masyarakat," kata Bagus. Dia mengakui hingga saat ini belum mengetahui secara pasti faktor yang menyebabkan judul raperda itu berubah, serta orang yang mengusulkan dimasukkannya rancangan tentang penggunaan "micro chip". "Saya tidak mengetahui secara pasti bagaimana sampai dalam rancangan raperda ini ada pasal yang membahas tentang HIV/AIDS, padahal sudah ada rancangan tersendiri tentang masalah pencegahan dan penularan HIV/AIDS," katanya. Kurangi risiko Dr. Jhon Manangsang, anggota Komisi E yang juga ikut membahas rancangan perda tentang kesehatan termasuk draf tentang penandaan terhadap pengindap HIV/AIDS dengan menggunakan "micro chip" mengatakan, rancangan tersebut untuk mengurangi penyebaran virus tersebut khususnya yang dilakukan oleh penderita. "Tidak semua pengindap HIV/AIDS dipasang atau diberi tato, karena hanya mereka yang dianggap berbahaya yang dipasangi," katanya. Dia mengatakan rancanngan itu ditujukan kepada orang-orang yang dikhawatirkan akan dengan sengaja menyebarkan virus itu, begitu mengetahui dirinya mengindap virus mematikan tersebut. "Misalnya dengan sengaja menyerang perawat hingga terluka," kata Manangsang. Menurut dia, dengan adanya pemasangan tanda bagi penderita juga dapat membuat para tenaga medis yang memberikan pelayanan dapat mengetahui sehingga dalam penanganannya dapat lebih berhati-hati. Saat ini semua pihak tidak boleh menganggap remeh penyebaran virus yang khusus untuk Papua lebih banyak disebabkan seks berganti pasangan dan tanpa menggunakan alat pengaman, ujarnya. "Karena berbagai faktor itulah makanya dalam rancangan tersebut kami masukkan, sehingga diharapkan dapat menekan penyebaran HIV/AIDS," kata Jhon Manangsang. Hingga akhir Juni 2007, pengindap HIV/AIDS di Papua tercatat 3.377 orang dan sebagian besar berusia 20-29 orang, yakni mencapai 1.473 orang. (*)

Oleh Oleh Evarukdijati
Copyright © ANTARA 2007