Jakarta (ANTARA News) - Pertemuan ke-16 Panitia Kerja untuk Liberalisasi Jasa Keuangan dalam Kerangka Kesepakatan ASEAN (WC-FSL/AFAS) dalam Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) di Bangkok Thailand beberapa waktu lalu menyepakati rancangan naskah dan jadwal strategis AEC. Keterangan tertulis Departemen Keuangan (Depkeu) RI di Jakarta, Kamis, menyebutkan bahwa Cetak Biru AEC merupakan sebuah dokumen yang tengah disiapkan sebagai tindak lanjut dari komitmen para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN untuk segera mentransformasikan ASEAN ke dalam suatu wilayah di mana barang, jasa, investasi, dan keterampilan pekerja dapat bergerak dengan bebas, serta pergerakan kapital yang lebih bebas. Semula komitmen tersebut akan direalisasikan pada 2020, namun mengingat tingginya kompetisi regional serta adanya semangat untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di ASEAN maka komitmen tersebut kemudian dipercepat realisasinya menjadi 2015. Cetak Biru AEC terdiri dari dua bagian pokok yaitu teks dan jadwal strategis (strategic schedule). Dalam teks AEC dituangkan provisi-provisi dan aksi yang harus dilakukan untuk mewujudkan integrasi ekonomi ASEAN pada tahun 2015, sementara dalam jadwal strategis dirinci langkah-Iangkah yang akan diambil dalam merealisasikan komitmen tersebut. Langkah-langkah dalam jadwal strategis itu dibagi dalam strategi dua tahunan. Mengingat pentingnya komitmen-komitmen yang tercantum dalam AEC maka pertemuan ke-16 WC FSL/AFAS memfokuskan pembahasannya pada draf teks dan jadwal strategis atas "article financial services sector" dan "freer flow of capital". Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Chairman dari Working Committee on Capital Account Liberalization yang saat ini dipegang oleh Bank Indonesia (BI). Pada dasarnya, dalam pertemuan tersebut, semua negara anggota sepakat atas draf teks dan jadwal strategis AEC. Namun, negara-negara anggota diminta untuk melakukan koordinasi internal guna menyusun usulan final, jika ada, atas kedua dokumen tersebut. Usulan final dari masing-masing negara anggota tersebut kemudian akan dimintakan persetujuan dari para Menteri Keuangan ASEAN sebagai ad referendum dan akan disampaikan kepada para Menteri Ekonomi ASEAN untuk disahkan. Menurut rencana, draf teks dan jadwal strategis AEC akan ditandatangani oleh Para Menteri Ekonomi ASEAN dalam ASEAN Economic Ministers Meeting (AEM) pada Agustus 2007 di Filipina dan kemudian di-"endorse" oleh para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN pada ASEAN Summit tanggal 13-21 November 2007 di Singapura. Pembahasan mengenai liberalisasi sektor jasa keuangan difasilitasi oleh WC FSL/AFAS yaitu suatu badan sektoral dalam kerjasama ASEAN yang membidangi masalah liberalisasi jasa keuangan. Perundingan dan negosiasi atas liberalisasi jasa keuangan dijadwalkan dalam beberapa putaran yang mana setiap putarannya membutuhkan waktu dua tahun. Saat ini, negosiasi berada pada putaran keempat. Dalam WC FSL, saat ini posisi ketua dipegang oleh Filipina, sedangkan wakilnya dari Pusat Kerjasama Internasional Depkeu RI. Sesuai dengan hasil Pertemuan Para Menteri Keuangan ASEAN (AFMM) ke-11 di Chiang Mai, Thailand pada April 2007 lalu, para menteri menyepakati penambahan tugas kepada WC FSL/AFAS untuk memfasilitasi negosiasi antara ASEAN dengan para Mitra Dialog (Dialog Partners) antara lain Korea, Australia-Selandia Baru (ANZ), Jepang dan China, khususnya terkait dengan perjanjian perdagangan jasa keuangan yang tercakup di dalam Free Trade Agreement (FTA) dengan masing-masing mitra dialog tersebut. Dengan tambahan tugas tersebut, baik Chair maupun Vice Chair dari WC FSL/AFAS harus selalu mengikuti putaran negosiasi dengan berbagai pihak. Dalam beberapa pertemuan WC FSL/AFAS sebelumnya, telah dilakukan pembahasan atas beberapa provisi yang ditawarkan oleh para Mitra Dialog. Atas beberapa provisi tersebut, negara-negara anggota perlu mencapai kata sepakat agar provisi tersebut dapat memberikan benefit kepada seluruh negara anggota. Pada dasarnya negara-negara anggota ASEAN sepakat untuk menggunakan platform dan pendekatan yang sama dengan para Mitra Dialog yaitu pendekatan "positive list". Terkait dengan adanya provisi dalam FTA dengan para Mitra Dialog yang berhubungan dengan masalah perpajakan, negara-negara anggota sepakat agar masalah tersebut didiskusikan oleh para ahli di bidang perpajakan mengingat "legal implications" dari bahasan isu tersebut. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007