Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu segera membuat keputusan KPU untuk mengisi kekosongan hukum setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memperbolehkan calon independen ikut dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), kata Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI), Prof. Satya Arinanto. "KPU adalah lembaga independen, sekarang adalah saatnya membuktikan independensi itu," kata salah sorang Anggota Tim Perumus Undang-Undang (UU) Penyelenggara Pemilu itu dalam diskusi tentang Pilkada di gedung Jakarta Journalist Forum, Kamis. Menurut Satya, saat ini telah terjadi kekosongan hukum, terutama setelah MK mengeluarkan putusan tentang terbukanya peluang calon kepala daerah independen. Putusan yang mengubah substansi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah itu, katanya, mensyaratkan peraturan pelaksanaan untuk memperlancar pilkada di sejumlah daerah yang akan segera berlangsung. Berdasar catatan, dalam kurun 2007-2008, tercatat 14 daerah akan menggelar pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Satya menegaskan, UU Penyelenggara Pemilu memberikan kewenangan kepada KPU untuk membuat keputusan KPU. Kewenangan itu dapat digunakan untuk membuat aturan yang memuat ketentuan keikutsertaan calon independen dalam pilkada. Dengan keputusan itu, katanya, penyelenggara pilkada di daerah tidak akan bingung untuk menentukan dasar hukum dalam melaksanakan pilkada. "Yang penting cepat," katanya. Menyinggung pendapat sejumlah pihak tentang pembuatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait keputusan MK, Setya mengatakan bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan. Perppu, menurut dia, hanya bisa dibuat apabila negara dalam keadaan genting atau bahaya. Indonesia saat ini tidak dalam keadaan bahaya. Selain Perppu, Satya menilai, pembuatan Peraturan Presiden juga tidak cukup efektif untuk mengisi kekosongan hukum. Pembuatan Perpres akan semakin membebani pemerintah. "Pemerintah punya beban berat saat ini," katanya. Satya juga menilai, revisi UU Pemda oleh DPR tidak akan mampu memberikan kepastian hukum bagi pilkada yang akan segera berlangsung. Perubahan UU, katanya, memerlukan waktu yang lama dan pembahasan mendalam sehingga justru akan menghambat pelaksanaan pilkada. "Keputusan KPU nantinya bisa ditarik menjadi UU," kata Satya mengusulkan. Pada kesempatan yang sama, peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), J. Kristiadi, mengingatkan bahwa perlunya kontrol masyarakat apabila nantinya diadakan revisi UU Pemda di DPR. DPR yang berisi aktivis partai politik (parpol), katanya, sangat mungkin membuat aturan yang tidak memihak calon independen karena dianggap akan mematikan parpol. Bagaimana pun juga, menurut Kristiadi, akomodasi bagi calon independen dalam pilkada adalah suatu kemajuan demokrasi. "Ini suatu progres," katanya. Untuk itu, peran serta masyarakat dalam menyampaikan pendapat dalam pembahasan aturan pilkada sangat diperlukan agar tidak terjadi kemunduran demokrasi. "'Public opinion' adalah pilar demokrasi yang dapat menekan lembaga yang ada," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007