Jakarta (ANTARA News) - Menteri Agama (Menag), M. Maftuh Basyuni, mengatakan bahwa unjuk rasa Serikat Pekerja (SP) Rumah Sakit (RS) Haji Jakarta tetap akan sia-sia dan tuntutannya tak akan membuahkan hasil sebelum status rumah sakit tersebut menjadi jelas. Penegasan tersebut disampaikannya usai melantik Staf Ahli Menteri Agama Bidang Pemikiran dan Faham Keagamaan, Ahmad Mas`udi Mahfudh MPA, dan Ketua Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) Palangkaraya, Pdt. Roos Pontororing Bastian Sth. Msi, di Jakarta, Kamis petang. Selama status badan hukum di rumah sakit tersebut masih simpang siur, menurut Maftuh Basyuni, perjuangan SP RS Haji dengan cara unjuk rasa dan mogok tetap akan sia-sia, karena itu diimbaunya, agar pihak terkait untuk bersabar sampai ada penyelesaian dari status hukum rumah tersebut. Sementara itu, di depan halaman Kantor Departemen Agama (Depag), puluhan pengunjuk rasa meneriakan yel-yel tuntutannya, agar Menag ikut menyelesaikan persoalan di RS Haji Jakarta. Menggunakan alat musik, anggota SP RS Haji bernyayi sambil berorasi membacakan tuntutannya. Mereka meminta, agar putusan MA Nomor 05P/HUM/2005, Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Nomor 1311/2006 dan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 tahun 2006, tentang Badan Hukum RS Haji agar dipatuhi, yaitu mengembalikan bentuk hukum RS sebagai yayasan karena yang paling sesuai adalah yayasan, sesuai riwayat didirikannya. Mereka juga minta, agar seluruh Direksi RS Haji diproses secara hukum karena terindikasi menyelewengkan uang. RS Haji proses didirikannya diawali dengan gagasan untuk mengenang tragedi Mina, di tanah suci Makkah yang membawa korban 631 jiwa orang Indonesia. Lantas, atas prakarsa Panitia Daerah yang diketuai Gubernur DKI Jakarta melalui SK Nomor 643 tahun 1993 diresmikan RS Haji tahun 1994. Biaya pembangunannya didukung Departemen Agama (Depag), Ongkos Naik Haji (ONH) Plus, PT Garuda, Bimantara dan Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta. Awalnya, RS Haji Jakarta dikelola di bawah Dinas Kesehatan DKI Jakarta sampai 1997, yang kemudian berstatus badan hukum yayasan sampai 2004. Lalu, RS Haji Jakarta menjadi Perseroan Terbatas (PT) sampai 2006 yang komposisi sahamnya dimiliki Pemerintah Daerah (Pemda) DKI 51 persen, Depag 42 persen, Koperasi Karyawan (Kopkar) enam persen dan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) senilai satu persen, namun dinilai berkinerja buruk. Lantas, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengajukan uji material ke Mahkamah Agung (MA) dan terbit putusan MA Nomor 05P/HUM/2005 yang membatalkan dibentuknya PT RS Haji, namun hingga kini putusan tersebut tidak pernah dilaksanakan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007