Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah diminta menghentikan perjanjian kerja sama pertahanan (DCA) dengan Singapura karena beberapa point perjanjian itu dinilai secara tak langsung menyerahkan kedaulatan wiayah RI kepada Singapura, kata tokoh PDI Perjuangan AP Batubara. "Poin yang secara tak langsung menyerhkan kedaulatan RI itu, antara lain Indonesia memberikan fasilitas wilayah latihan udara dan laut kepada Singapura," kata AP Batubara yang juga anggota Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP kepada pers, di Jakarta, Jumat. Selain itu, poin kedua bahwa wilayah latihan yang tertuang dalam perjanjina DCA itu bahwa Singapura dapat meminta untuk latihan bersama dengan pihak ketiga, dimana TNI juga bisa ikut serta, meskipun dinyatakan setiap kali latihan atas persetujuan Indonesia. Selanjutnya, poin ketiga perjanjian kerjasama tersebut akan berlaku selama 25 tahun dan akan ditinjau ulang setelah 13 tahun dan dikaji berikutnya 6 tahun. Menurut AP Batubara, dalam tiga poin perjanjian itu ada ancaman yang mengerikan dan membahayakan posisi dan masa depan Indonesia, yakni Singapura yang merupakan negara pulau kecil bisa menggunakan wilayah Indonesia yang begitu besar dan luas dalam jangka waktu yang lama, yakni 25 tahun. "Selanjutnya, bagaimana mungkin Indonesia bisa membiarkan Singapura mengajak pihak ketiga dalam hal ini secara bebas menggunakan wilayan Indonesia dengan kedok latihan militer," katanya. Batubara menegaskan, jika latihan militer dilakukan Singapura dengan pihak ketiga terjadi, maka berarti NKRI tidak lagi menjalankan prinsip politik yang bebas dan aktif karena sudah tidak berdaulat lagi. Dia memberikan peringatan, agar Indonesia tidak tergiur kepada Singapura yang akan menanggung 90 persen pembiayaan pembangunan berbagai fasilitas pertahanan, karena membuat posisi tawar Indonesia semakin lemah. "Bukan mustahil, Indonesia nantinya hanya akan menjdi penonton yang diatur oleh pihak Singapura, padahal prinsip ekstradisi adalah perjanjian dua negara bersahabat yang saling menghargai masing-masing kedaulatannya," ujarnya. Sebelumnya Menteri Pertahanan Yuwono Sudarsono kepada pers, mengatakan, Kementerian Luar Negeri Indonesia dan Singapura masih akan melakukan perundingan negoisasi khususnya pasal 6 DCA yang masih diintepretasikan secara berbeda oleh kedua pihak. Dengan demikina, nantinya masing-masing pejabat menlu, sebagai juru runding akan membahas kembali semua perjanjian pertahanan (DCA), ekstradisi (ET) dan latihan militer (IA Area Bravo) termasuk kemungkinan atau salah satu perjanjian ditolak parlemen salah satu negara, katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007