Semarang (ANTARA News) - Program penambahan asupan (suplementasi) zat besi kepada ibu hamil, yang telah dilaksanakan selama 40 tahun di Indonesia, agaknya gagal menekan angka kejadian (prevalensi) penyakit kekuarangan kadar darah (anemia) terhadap mereka. Menurut Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof. Hertanto Wahyu Subagio, dalam pidato pengukuhan guru besar di Auditorium Undip, Sabtu, hingga saat ini prevalensi ibu hamil yang mengidap anemia masih tinggi, bahkan di beberapa daerah lebih dari 60 persen. "Prevalensi tinggi ibu hamil yang mengidap anemia itu menunjukkan ada variabel lain yang jadi penyebab anemia," katanya. Selama ini, kata dia, anemia diyakini disebabkan kekurangan asupan zat besi, karena itu masuk akal suplementasi zat besi dianggap sebagai salah satu cara paling efektif mengatasi anemia atau oleh orang awam disebut kurang darah. Namun, kata dia, dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa dugaan tersebut tidak sepenuhnya terbukti karena setelah memperoleh suplementasi zat besi, tetap banyak ibu hamil mengidap anemia. Menurut Hertanto, kekurangan (defisienasi) zat besi bukan satu-satunya penyebab tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil. Mengutip laporan hasil pertemuan International Nutritional Anemia Consutative Group (INACG), ia mengatakan, perlu perubahan cara pandang terhadap anemia di negara-negara berkembang di Afrika dan Asia, sebab prevalensi defisiensi zat besi pada subjek anemia hanya 50 persen. "Selebihnya anemia karena berbagai penyebab, seperti defisiensi zat gizi mikro, terutama protein maupun vitamin A, seng, folat, atau akibat infeksi, malaria, dan sebab lain," katanya. Kurang efektifnya suplementasi zat besi untuk menekan prevalensi anemia, menurut dia, bisa juga disebabkan ketidakjelasan informasi mengenai cara mengonsumsi tablet zat besi. Dalam program suplementasi di Indonesia, kata dia, setiap ibu hamil mendapat 90 tablet zat besi folat yang harus diminum setiap hari sejak bulan ketujuh kehamilan. Namun, kata Hertanto, berdasarkan pengamatan, pemberian tablet jarang disertai petunjuk jelas, misalnya larangan dikonsumsi bersama makanan, minum teh, kopi, dan dilarang diminum bersama antasida atau tablet kalsium. "Pada kenyataannya banyak ibu hamil yang menelan tablet itu lalu minum teh. Ini menyebabkan rendahnya absorsi zat besi dalam tubuh," katanya. Ia menambahkan, anemia selain bisa disebabkan kurang zat besi juga akibat kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah, perdarahan, infeksi, parasit, keganasan virus, keracunan timbal, dan penyakit lain. Anemia, kata dia, bukan hanya berdampak kelemahan fisik, melainkan bisa menyebabkan kematian ibu, keterlambatan pertumbuhan fisik anak, serta keterbelakangan mental dan motorik anak. Oleh karena itu, Hertanto mengingatkan para ibu hamil agar senantiasa menjaga asupan yang cukup dengan mengonsumsi makanan dan minuman bergizi. Selain Hertanto, pada hari dan tempat sama tiga dosen Fakultas Kedokteran Undip juga dikukuhkan menjadi guru besar, yaitu Prof. Lisyani Budipradigdo Suromo, Prof. Magdalena Sidhartani Zain, dan Prof. Hendro Wahyono. Dengan tambahan empat guru besar tersebut, FK Undip kini memiliki 26 profesor aktif. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007