Jakarta (ANTARA News) - Cagub DKI Jakarta, Adang Daradjatun, menandatangani kontrak politik dengan rakyat miskin Jakarta yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), di Tugu Proklamasi, Jakpus, Minggu. Sedangkan cagub lainnya, Fauzi Bowo, menolak hadir dalam acara penandatanganan kontrak politik yang digagas Ketua Umum Urban Poor Concorcium (UPC), Wardah Hafidz, tersebut. Salah satu isi dari kontrak politik yang diajukan JRMK antara lain moratorium (penundaan) penggusuran kampung-kampung miskin, minimal selama lima tahun masa jabatan yang dimulai pada tahun pertama. Sebagai gantinya dilakukan penataan dan pembenahan kampung-kampung miskin dengan cara menyediakan fasilitas umum dasar, seperti air bersih, sanitasi, perumahan dan lingkungan yang sehat dan aman. Berikutnya, mencabut atau merevisi peraturan daerah (perda) yang mendiskriminasi pemukiman, kegiatan ekonomi dan harkat kemanusiaan rakyat miskin di Jakarta, mengembalikan pelayanan pendidikan dan kesehatan untuk warga kota, menyediakan sarana transportasi massal. Kemudian mengubah perimbangan alokasi APBD yang selama ini sekitar 70-30 persen menjadi 40-60 persen, masing-masing untuk belanja negara dan pembangunan, artinya, dana pajak hendaknya sebanyak mungkin dikembalikan untuk kepentingan warga kota. Poin yang paling penting, yakni pemberantasan korupsi dimulai dari pengusutan dalam birokrasi pemerintah kota tingkat atas berlanjut sampai ke semua unsur masyarakat. Melangitnya biaya sekolah Acara itu juga, diisi dengan pertanyaan dari warga kepada Adang Daradjatun, yakni Ny Yati, warga Prumpung, Cipinang Besar, Jakarta Timur, dan Haryono, warga RT 10/08, Tanjung Priok, Jakarta Utara. "Pak, saya tinggal di bantaran kali dengan ukuran rumah 3 x 4 meter yang dihuni oleh tiga kepala keluarga (KK), kalau banjir saya tidak bisa tidur dan terpaksa harus mengungsi ke pasar dengan tidur di atas peti tomat, tentunya berbeda dengan bapak yang bisa mengungsi ke hotel," katanya polos. Ia juga mengeluhkan masalah biaya pendidikan yang teramat mahal hingga ketiga anaknya harus putus sekolah, apalagi jika sekolah pun harus ditambah dengan pembelian buku dan uang gedung hingga membuat dirinya "stres". Soal kesehatan menjadi kendala, karena dirinya pernah harus terlunta-lunta di salah satu rumah sakit akibat tidak memiliki uang pertama masuk perawatan. "Saya pernah terlunta-lunta di depan rumah sakit, karena tidak memiliki uang untuk perawatan," katanya. Sedangkan Haryono, mengeluhkan soal penggusuran yang sering diwarnai dengan intimidasi dari pihak pengembang hingga dirinya harus selalu berpindah-pindah tempat tinggal. "Tiga tahun lalu, saya tinggal di Kemayoran dan saat itu benar-benar bingung mau tinggal di mana lagi. Padahal waktu pembongkaran dilakukan oleh warga sendiri berkat kesadaran, namun tidak diperhatikan oleh pemerintah," katanya, seraya menambahkan permasalahan pedagang kaki lima (PKL) juga menjadi masalah karena sering diuber-uber oleh petugas tramtib. Menanggapi pertanyaan itu, Adang Daradjatun menjawabnya dengan singkat tapi padat, bahwa tidak akan ada lagi penggusuran, melainkan dengan penataan kampung melalui ketersediaan air bersih dan perbaikan jalan. "Saya sudah 58 tahun tinggal di Jakarta dan dapat merasakan bagaimana derita rakyat kecil. Karena itu, tidak ada lagi penggusuran," katanya. Soal pendidikan, jika dirinya terpilih 20 persen dari Rp21 triliun APBD DKI Jakarta 2007 akan ditujukan untuk sektor pendidikan. "Mulai tahun depan, sekolah untuk SMA gratis," katanya yang langsung disambut tepuk tangan sekitar tujuh ribu warga miskin kota. Sementara itu, Ketua UPC, Wardah Hafidz, mengatakan acara penandatanganan itu semula mengundang juga cagub, Fauzi Bowo, untuk bertatap muka dengan rakyat, namun dirinya menolak untuk hadir. "Sebenarnya Pak Fauzi Bowo diundang pula untuk hadir, namun tidak bisa hadir," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007