Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 20 jenderal (purnawirawan) dari 150 peserta pendidikan profesi advokat, akan segera dilantik sebagai advokat dan bergabung dengan Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Rencana pelantikan dilaksanakan pada pertengahan Juli 2018, karena menyesuaikan waktu para hakim Pengadilan Tinggi yang akan mengambil sumpahnya, kata Presiden KAI, H. Tjoetjoe Sandjaja Hernanto, usai menandatangani Nota kesepahaman (MoU) dengan Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI), di Jakarta, Selasa.

Menurut Presiden KAI Tjoetjoe, jumlah peserta pendidikan profesi advokat yang diselenggarakan oleh KAI bekerja sama dengan salah satu perguruan tinggi, sekitar 300 orang dan yang tersaring lolos baru mencapai 150 orang. Dari jumlah itu terdapat 20 jenderal bintang satu sampaidengan tiga yang akan segera dilantik, katanya, seraya menambahkan, pelantikan akan dilaksanakan di Bandung, Jawa Barat.

Tjoetjoe Sandjaya mengatakan, sistem pendidikan yang dilaksanakan KAI bersifat mendidik. Artinya tidak ada vonis seorang sarjana hukum tidak dapat menjadi advokat. Jika pada tahap pertama belum lolos, masih diberi kesempatan untuk ikut ujian lagi tanpa ada pembebanan biaya yang memberatkan peserta.

"Kami percaya, yang lolos ujian belum tentu dapat menjalankan tugas advokat secara profesional, sebaliknya yang belum lolos, mungkin lebih profesional jika diberi kesempatan yang sama, karena itu rekrutmen KAI mempunyai demensi pendidikan yang tinggi," katanya.

Menjawab pertanyaan, ia mengatakan, para purnawirawan yang ikut pendidikan profesi advokat akan dilantik itu, kebanyakan dari Kepolisian RI, dari angkatan 1984. Setelah memasuki masa pensiun dan mereka sudah punya ijasah starata (S1) hukum, tertarik ikut pendidikan lanjutan advokat ke KAI. Oleh karena itu, dengan bergabungnya para jenderal purnawirawan ke KAI, maka diharapkan dapat membantu dan memperkuat lembaga ini.

"Setelah pelantikan kita akan tawarkan pendidikan lanjutan terkait kepailitan, kurator dan cara beracara di Mahkamah Konstitusi," katanya.

Pada kesempatan itu, Tjoetjoe juga menyampaikan soal hak imunitas yang diberikan UU kepada advokat. Advokat kini semakin aman dalam menjalankan tugasnya, karena tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi (judicial review) dengan nomor 26/PUU-XI/2013. Disebutkan, Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Pasal 16 itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, `advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan".

Artinya, sepenjang advokat itu mempunyai niat baik dalam membela kliennya, tidak dikenakan tuntutan hukum baik pidana maupun perdata. Pasal itulah yang mestinya para hakim tidak mengabaikan putusan MK itu.

Mou yang dihadiri pembina APPTHI, Prof. Dr. Zainal Arifin Hoesen, dan Direktur Pendidikan KAI, Dr. Santi, SH MH itu Ktua APPTHI Laksanto menambahkan, Mou ini merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman sebelumnya tentang kerja sama pendidikan profesi advokat dengan kalangan perguruan tinggi.
 

Pewarta: Theo Yusuf
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018