Tulungagung (ANTARA News) - Calon Bupati Tulungagung Margiono mengaku merasa dicurangi lawan politiknya melalui serangkaian aksi politik uang untuk memengaruhi pemilih menjelang pemungutan suara, Rabu, 27 Juni, sehingga berdampak terhadap hasil akhir.

"Kami tidak mengatakan gerakan ini terstruktur atau tidak. Tapi temuan aksi politik uang ini cukup banyak dan sedang kami inventarisasi," kata Margiono dalam pernyataan resminya setelah pemungutan suara, di posko pemenangan Margiono - Eko Prisdianto (Mardiko) di Tulungagung, Jatim, Jumat.

Dalam pernyataan itu, Margiono didampingi Cawabup Eko Prisdianto dan seluruh unsur ketua parpol pendukung.

Namun hanya Margiono memberikan pernyataan. Eko memilih diam dan mengamini semua pernyataan yang disampaikan ketua umum PWI tersebut.

Demikian juga dengan Ketua Tim Pemenangan Mardiko, Imam Chambali yang biasanya tampil ceplas-ceplos dan terkadang bicara sambil guyonan.

Namun sejak Rabu petang (27/6) setelah pemungutan suara, ia terus memilih diam.

Dari total input data C-1 yang direkapitulasi KPU dan dipublikasikan melalui aplikasi android maupun web infopemilu.kpu.go.id menempatkan pasangan Sahto sebagai "jawara".

Perolehan suara Sahto hingga 100 persen data rekapitulasi KPU mencapai 59,8 persen atau 355.966 suara. Jauh di atas raihan suara Mardiko yang hanya 40,2 persen atau 238.996 suara.

Bagi tim Mardiko, kata Margiono, proses penghitungan belum final. Mereka memilih menunggu hasil resmi KPU yang disahkan melalui sidang pleno yang dihadiri masing-masing perwakilan tim pemenangan dan saksi.

Margiono menegaskan, dia bersama tim pemenangan hingga kini masih menginventarisasi serta menghimpun data pelanggaran termasuk politik uang yang disebutnya terjadi masif.

Seluruh temuan akan dipelajari dan menjadi bahan laporan ke Bawaslu dalam rentang 6-7 hari sejak pemungutan suara.

"Tulungagung harus melaksanakan pemilihan yang jujur, bersih, dan adil. Saya dan tim masih merekapitulasi temuan-temuan itu," kata Margiono.

Selain indikasi politik uang yang terus diinventarisasi, Margiono juga mengungkap adanya temuan proses hitung ulang di salah satu TPS di Kelurahan Bago, Tulungagung, yang merugikan timnya.

Dalam hitungan awal pasangan calon Sahto unggul. Namun setelah diprotes dan dilakukan hitung ulang, Mardiko berbalik unggul dengan tambahan 30 suara.

"Bisa salah saat penghitungan ataupun kesalahan lokal yang menunjukkan gambar tak sesuai. Ini yang nanti kami telusuri," ujar Margiono.

Ia sempat menyinggung peran tim gakumdu (penegak hukum terpadu) dan Bawaslu yang disebutnya tidak optimal.

Indikasinya, kata dia, meski praktik politik uang masif terjadi tak satupun pelaku yang ditangkap ataupun dicegah.

"Aparat kita minta untuk tetap konsisten mengawal penegakan hukum. Baik polisi, panwas, dan KPU. Itu kan seruan dari lembaga terkait tentang penegakan hukum, tentang politik uang," kata Margiono.

Ia meminta lembaga-lembaga tersebut tidak berpangku tangan dan melakukan pembiaran atas terjadinya politik uang.

"Ini bisa menjadi preseden buruk bagi pendidikan politik masyarakat di Tulungagung. Jika praktik politik uang ini terus terjadi dan tidak dilakukan penindakan memadai," katanya.

Margiono tidak menutup kemungkinan membawa kasus pelanggaran dalam pilkada tersebut ke Mahkamah Konstutusi.

"Kami sudah konsultasi juga ke MK. Tapi semua temuan dan hasil inventarisasi pelanggaran yang ada dan terkumpul akan kami pelajari lebih dulu. Jika bukti cukup dan ada saksi, bisa saja kasus ini kami ajukan gugatan ke MK," ujarnya.

Dikonfirmasi terpisah, anggota Bawaslu/Panwaslu Tulungagung Mustofa menyatakan hingga sekarang belum ada laporan yang diterima terkait pelanggaran pemilu termasuk pilkada.

Menurut dia, yang ada sementara hanya dugaan, termasuk politik uang.

Dugaan itu sendiri belum bisa masuk kategori pelaporan.

Sebab, belum memenuhi unsur pelaporan baik secara materil maupun formil. Pihak yang melaporkan pun diberikan kesempatan untuk melengkapinya.

"Jika nanti sudah memenuhi unsur pelaporan, akan diregistrasi dan ditindaklanjuti," katanya.

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018