Moskow (ANTARA News) - Rusia mengatakan telah mengurangi kontak dengan Hamas, tetapi akan mempertahankan beberapa hubungan dengan gerakan Islam itu dalam rangka untuk memajukan "pembicaraan" dalam konflik Palestina. Moskow juga menegaskan dukungannya pada Presiden Palestina Mahmud Abbas, pemimpin Fatah saingan Hamas, yang mengadakan pembicaraan di Kremlin dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. "Saya ingin menjamin anda bahwa kami akan mendukung anda sebagai pemimpin rakyat Palestina yang sah menurut hukum," Putin mengatakan pada Abbas pada awal pembicaraan. "Kami yakin bahwa anda akan melakukan apa saja untuk menjamin persatuan." Abbas mengatakan bahwa ia akan membuat "setiap upaya yang mungkin" untuk menyatukan Palestina menyusul penguasaan Jalur Gaza bulan lalu oleh Hamas. Wakil menlu Rusia, yang juga terlibat dalam pembicaraan, mengatakan setelah itu bahwa Moskow telah mengurangi kontaknya dengan Hamas, tapi akan mempertahankan sementara hubungan untuk membantu mengembangkan dialog. "Kami telah sedikit mengurangi hubungan kami dengan Hamas belakangan ini, dan mempertahankan hubungan dengan mereka dengan satu tujuan pragmatis, praktis...untuk membina dialog dan persatuan di antara rakyat Palestina," kata Andrei Denisov, seperti dikutip AFP. Seorang pejabat Rusia kemudian mengatakan bahwa Moskow telah memutuskan untuk mengalihkan dukungannya setelah membuat pandangan yang suram atas penggunaan kekuatan oleh Hamas untuk menguasai Gaza. Sebelum pemberontakan Juli itu, Moskow telah memperlakukan Abbas dan pemimpin Hamas Khaled Meshaal sebagai sama, katanya, tapi setelah itu kontak dengan Meshaal dikurangi untuk menunjukkan mereka menganggap Abbas pemimpin Palestina yang sah. Rusia telah mengukir posisi unik dalam diplomasi Timur Tengah dengan mempertahankan hubungan dengan Fatah dan Hamas yang dianggap sebagai kelompok teroris oleh UE dan AS. Kontak dengan Hamas -- termasuk kunjungan ke Moskow oleh Meshaal Februari -- telah dikecam secara luas di Barat. Denisov menegaskan bawhwa tidak ada pertemuan yang direncanakan antara wakil Hamas dan pemerintah Rusia, dan bahwa Moskow telah berbicara dengan pemimpin Hamas di Suriah dan tidak di Jalur Gaza. Ia mengatakan bahwa Rusia juga telah merencanakan untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan ke wilayah Palestina, dan mungkin akan memberikan 50 kendaraan pengangkut personil dan perlengkapan lainnya ke Tepi Barat, yang Fatah kuasai. Beberapa pengamat mengatakan bahwa salah satu tujuan Abbas dalam kunjungan tiga harinya ke Moskow, yang berakhir Selasa, adalah untuk menekan Rusia agar memutuskan hubungan dengan Hamas. Namun pemimpin Fatah itu menolak untuk mengecam secara terbuka Rusia karena terlibat dengan Hamas, mengatakan pada harian Rusia Gazeta dalam satu wawancara yang dipublikasikan Selasa bahwa hal itu adalah "masalah Rusia sebagai sebuah negara yang berdaulat". Abbas mempertahankan sikap itu dalam pembicaraannya dengan Putin, kata Denisov. Ketika berbicara pada wartawan melalui seorang penerjemah setelah pertemuan itu, Abbas mengatakan Hamas harus melepaskan kekuasaannya atas Jalur Gaza dan bertanggungjawab atas tindakannya sebelum pembicaraan. "Situasi harus kembali ke keadaan sebelum kudeta, sebelum dapat ada "normalisasi" hubungan dan Hamas "harus mengakui kesalahannya dan minta maaf atas kejahatannya", kata Abbas. Kunjungan presiden Palestina itu terjadi di tengah upaya untuk menyuntikkan energi baru ke dalam kwartet diplomatik Timur Tengah, yang belum lama ini menunjuk bekas perdana menteri Inggris Tony Blair sebagai utusannya. Kwartet itu mencakup Rusia, AS, Uni Eropa dan PBB. Pembicaraan pekan ini juga mendahului konferensi Timur Tengah yang dijadwalkan September atas prakarsa Presiden AS George W. Bush. (*)

Copyright © ANTARA 2007