Makassar (ANTARA News) - Setiap 20 menit, penyakit campak merenggut nyawa seorang bayi di dunia dan dikhawatirkan Indonesia akan kehilangan generasi pelanjut bila masalah campak tidak ditangani secara serius. Konsultan UNICEF di Sulsel, Prof Dr. Alimin dalam seminar "Konsep Islam Tentang Kesehatan Anak" bersama Muslimat Nadhlatul Ulama yang digelar sejak 1 hingga 2 Agustus 2007 menuturkan, jumlah kasus campak di Indonesia pada tahun 2006 telah mencapai sekitar 30 ribu. Dari jumlah tersebut, penderita campak terbanyak ada di Sumatera menyusul Jawa, Maluku, Irian dan Sulawesi. Menurut Alimin, penyakit campak sesungguhnya tidak membahayakan jiwa anak balita sepanjang mereka mendapatkan vaksin campak. Karena itu, kegiatan vaksinasi campak untuk anak balita jangan sampai dilalaikan. Penyakit campak menempatkan Indonesia berada pada urutan kelima di dunia. Penyebaran virus campak ini sangat cepat menyerang siapa saja baik usia tua maupun muda. "Bayangkan kalau ada anak sekolah yang menderita penyakit ini, sekali batuk, virusnya akan menyerang sejumlah anak yang berada dalam satu kelas," jelasnya. Gejala campak antara lain mata korban memerah, pilek, demam dan mata berair. Campak dapat menular setelah empat hari muncul bintik-bintik merah pada badannya. Tetapi Alimin menyayangkan, masih banyak kaum ibu yang kurang gesit mengambil langkah secepatnya bila anaknya menderita gejala seperti itu. Akibatnya, saat anak dibawa ke dokter sudah dalam kondisi yang kritis sehingga tidak bisa diselamatkan lagi bahkan dikhawatirkan virus campak ini menular kepada yang lainnya saat sang anak batuk. Sementara itu, Ketua Umum DPP Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa mengatakan bahwa kecendurangan masyarakat saat ini enggan membawa bayinya ke luar rumah bila baru berumur beberapa hari sehingga menyulitkan bayi itu mendapat perawatan/pemeriksaan dokter bila ada anak yang menderita gejala tersebut. Selain itu, keterbatasan dokter juga cukup menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan medis sementara jumlah Puskemas cukup banyak.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007