Sana`a (ANTARA News) - Terobosan dai dan daiyah (dai wanita) Arab Saudi untuk lebih menarik perhatian umum terhadap isi dakwah mereka agar tidak terkesan monoton, sepertinya perlu ditiru oleh dai lain di luar negara itu. Terobosan baru sejumlah dai pria dan wanita negeri kaya minyak itu ialah menyampaikan pesan keagamaan melalui karya novel. Selain untuk mendorong khalayak lebih serius memperdalam ajaran agama lewan pesan dakwah, novel tersebut juga bertujuan "menandingi" novel berbau porno, yang banyak beredar. "Cara dakwah lewat novel mulai dilakukan sejumlah dai dan daiyah Saudi. Tujuannya adalah untuk lebih menarik minat umum dan menghadapi badai novel bertema seks dan porno," kata harian "Al-Watan", Saudi, Sabtu. Dai tersebut menilai bahwa khalayak Arab tertarik pada tulisan berbentuk novel, sehingga cara dakwah lewat novel merupakan pilihan penting dalam menyampaikan pesan dakwah, kata "Al-Watan". Seorang daiyah Saudi, yang dikenal lewat novelnya dengan nama samaran "Al-Muhajirah", mengeluarkan tiga novel, dengan yang terakhir bertajuk "Hatta la Yudhei al-Hijab" (Agar Jilbab Tidak Menghilang). "Yang jelas, kita akan menyaksikan novel baru, yang membawa pesan ajaran Islam moderat guna menghadapi topan novel berbau porno," kata Al-Muhajirah tentang terobosan rekan sesama dainya. Menurut dia, novel dakwah tidak akan berhasil bila tidak mengungkapkan kenyataan kehidupan di tengah masyarakat dengan pendekatan sastra, yang menarik minat pembaca. Ia juga berharap dai konvensional berlapang dada dalam menyikapi terobosan tersebut. "Saya menyaksikan, sebagian dai masih bersikap radikal," katanya lagi. Melalui pesan dakwah lewat novel tersebut, beberapa persoalan baru dapat dikemukakan, yang selama ini terlewatkan atau jarang disinggung dai saat berdakwah lewat ceramah. Dalam menulis novel dakwah tersebut, Al-Muhajirah --misalnya-- banyak belajar dari buku Islam karangan sejumlah pakar Muslim kontemporer, misalnya, Salman Al-Udah dan Aid Al-Qarni. Yang disebut terakhir adalah penulis buku "La Tahzan" (Jangan Bersedih), yang menjadi buku terlaris di Arab dan beberapa negara Islam lain. Mengingat novel dakwah tersebut tergolong baru, banyak penerbit ragu menerbitkannya, karena khawatir tidak laku. Kenyataan itu dikeluhkan sebagian dai novelis. "Mereka melihat novel dakwah, yang berisi pesan kebajikan, dengan pandangan aneh. Mereka seperti mengesampingkannya," kata Al-Muhajirah. Bagi novelis dan wanita dai lain di Saudi, Jamanah Ali, penyampaian pesan dakwah lewat novel menarik perhatian kalangan muda Arab, karena mereka mendapat sajian dakwah dengan cara lebih menarik. "Saya mendapat tanggapan besar dan dorongan dari banyak pihak. Saya lebih mementingkan tangapan umum daripada penilaian kritikus," kata daiyah, yang telah mengeluarkan novel bertajuk "Shara Laha Qalbun" (Akhirnya Ia Memiliki Nurani). Daiyah dan novelis itu menyatakan yakin bahwa pesan dakwah lewat novel akan sukses besar, karena banyak pembaca Arab mulai bosan dengan novel berbau porno. Sementara itu, Ketua Perhimpunan Sastra Islam Abdullah Al-Arini menyatakan novel dakwah tersebut lebih tepat disebut novel Islami, karena cakupannya lebih luas. "Salah satu tujuan kemunculan novel Islami itu adalah menjadi pilihan bagi novel selama ini beredar dan kebanyakan tidak memiliki misi jelas," katanya. Ia berharap teknik penulisan novel dimanfaatkan untuk menyebarkan ahlak mulia dan pesan dakwah untuk mengajak ke kebajikan dan menghindari kemungkaran. "Sebagian dai dapat memanfaatkan daya tarik novel untuk menyampaikan pesan baik dan kebajikan buat masyarakat umum. Para dai, yang memiliki kecakapan menulis novel, dapat membuat tulisan dengan aneka tajuk," katanya lagi. Yang jelas, dengan terobosan baru tersebut, dai tidak perlu terlalu sering muncul di layar kaca, karena novel menarik buah karya mereka akan berpengaruh lebih besar terhadap umum.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007