Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Pers, Ichlasul Amal, mengatakan media massa yang melanggar kode etik, misalnya memuat berita bohong mengenai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang telah menikah sebelum masuk Akabri, dapat terkena sanksi moral. "Media yang melanggar kode etik akan mendapat sanksi moral, kecuali kasus tersebut dibawa ke jalur hukum dan diproses di pengadilan," kata Ichlasul Amal, seusai diskusi tentang pembentukan School of Jurnalism di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Senin. Dikatakannya jika pihak Presiden mengadu ke Dewan Pers, maka Dewan Pers akan memanggil media massa yang dinilai melanggar kode etik. "Kami akan mempertemukan yang mengadu dengan media massanya. Kalau ada kesalahan dan medianya mau mengkoreksi, maka permasalahan selesai," katanya. Dalam pertemuan itu, akan dijelaskan "ini lho yang salah", "ini lho yang melanggar kode etik", lanjut Ichlasul, untuk kemudian pihak media massa bisa melakukan perbaikan seperti memberikan hak jawab maka permasalah itu selesai. Namun, kalau medianya salah karena tidak melakukan cross check, menggunakan sumber anonim atau belum menggunakan sumber yang layak dipercaya sebelum memuat berita, namun tidak mau mengakui kesalahan serta tidak ada cara untuk menyelesaikan masalah, maka bisa saja kasus itu dibawa ke pengadilan. "Kalau sudah dibawa ke pengadilan, maka kita tidak bisa apa-apa," katanya. Dalam Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia, butir ke-3 disebutkan bahwa Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat. Kode etik butir ke-4 diatur bahwa Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila. Ichlasul menambahkan pengaduan media massa ke Dewan Pers juga pernah dilakukan waktu-waktu sebelumnya oleh Laksamana Sukardi. Bagi Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng pengaduan ke Dewan Pers terhadap kasus Zaenal Ma`arif merupakan bagian dari pembelajaran yang diinginkan Presiden, agar pers semakin profesional sesuai dengan UU Pers maupun kode etik jurnalistik yang disusun pers itu sendiri. Sebelumnya, Presiden Yudhoyono, Minggu (29/7), melaporkan kasus pencemaran nama baik terhadap dirinya yang dilakukan oleh Zaenal Ma`arif, mantan Wakil Ketua DPR yang baru saja `direcall`, kepada Polda Metro Jaya. Zaenal Ma`arif, menurut Presiden, telah menyebarkan berita bohong yang dimuat di berbagai media massa baik cetak maupun elektronik, bahwa Yudhoyono telah menikah sebelum masuk ke Akabri, padahal setiap calon taruna pendidikan kemiliteran harus berstatus belum menikah. (*)

Copyright © ANTARA 2007