Kini setiap orang dapat mengakses aplikasi untuk memesan tiket pesawat, hotel dan transportasi.
Panggilan Allah untuk datang ke Baitullah (rumah Allah) pada bulan haji tak kenal kelas sosial. Jika Allah berkehendak, maka seorang pemulung pun dibuat mampu melakukan perjalanan haji yang membutuhkan kemampuan dalam segala aspek itu, termasuk kesehatan dan ekonomi.

Pemulung itu bernama Miskat berusia 70 tahun. Dia terdaftar sebagai calon jamaah haji yang masuk dalam Kelompok Terbang (Kloter) 28 asal Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.

Demi bisa mewujudkan cita-citanya menjadi tamu Allah subhanahu wa ta`ala, Miskat mengaku hanya makan dua kali sehari.

"Paling sehari makan dua kali. Sekali makan bisa habis Rp3.000, kadang Rp5.000," ujarnya.

Sisa uang untuk tabungan haji diletakkannya di bawah tumpukan baju di dalam lemari.

Perjuangan Miskat untuk mengumpulkan biaya haji cukup lama. Hingga tahun 2010, Miskat hanya dapat mengumpulkan Rp3 juta dari uang sejumlah Rp15.000 hingga Rp30.000 penghasilannya per hari. Sehari-harinya, ia mengumpulkan botol, kardus dan barang bekas. Padahal, biaya berangkat haji mencapai di atas Rp35 juta.

Meski jumlah uangnya masih jauh dari biaya haji, Miskat nekad mendatangi Saiful, pemilik salah satu Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) di Probolinggo, dan menyampaikan keinginannya untuk berhaji.

Ditemani Saiful, Miskat mendaftar haji dengan berbekal uang lusuh total senilai Rp3 juta yang diikat karet, ditambah dana talangan dari KBIH.

Panggilan Allah untuk berhaji juga datang kepada pasangan suami istri, Supandi dan Arsi, asal Desa Patemon, Kecamatan Jati Banteng, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.

Supandi yang mencari nafkah dengan menjadi tukang bangunan hanya berpendapatan Rp55.000 per hari. Sementara itu, istrinya yang membantu menjadi kuli dibayar Rp50.000 per hari. Mereka mengaku hanya makan sayur dan ikan asin setiap hari, agar tabungan hajinya cukup.

Miskat, Supandi dan Asri akan bersama dengan sekira tiga juta Muslim lainnya dari seluruh belahan dunia yang tahun ini menunaikan haji di Tanah Suci Makkah.

Mereka bertiga mungkin tak pernah melakukan perjalanan jauh dari kampung halaman, apalagi naik pesawat terbang ke luar negeri dan bermukim selama lebih dari sebulan di negeri yang letaknya ribuan kilometer dari Tanah Air.

Hal tersebut menjadi perhatian Menteri Urusan Haji dan Umrah Muhammad Saleh bin Taher Benten yang mengatakan bahwa di antara jamaah haji ada yang seumur hidupnya belum pernah berkunjung ke kota-kota besar di negaranya.

"Mereka bahkan belum pernah datang ke kota besar di negaranya. Jangankan ke ibu kota negara, ke kota besarnya sekalipun belum pernah. Tapi, mereka datang ke Tanah Suci untuk menunaikan haji," katanya, saat bertemu dengan delegasi media dari enam negara guna meliput persiapan haji oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, baru-baru ini.

Negeri sendiri

Haji adalah Rukun Islam ke-lima, karenanya jamaah haji datang dari berbagai belahan dunia dengan latar belakang sosial, budaya, dan ekonomi yang sangat beragam.

Menteri Benten menegaskan bahwa Pemerintah Kerajaan Arab Saudi menyambut dan melayani seluruh Umat Islam yang datang untuk beribadah haji tanpa membedakan latar belakang mereka.

"Kami ingin menjadikan haji dan umrah sebagai perjalanan tanpa kecemasan, kegelisahan dan ketidaknyamanan. Jika Anda kehilangan bagasi, membutuhkan perawatan kesehatan atau mengalami kecelakaan, semua masalah ini akan segera diselesaikan," ujarnya.

Pemerintah Kerajaan Arab Saudi sebagai tuan rumah penyelenggaraan haji dan umrah selalu berupaya menjadikan perjalanan ibadah itu seaman dan senyaman mungkin bagi seluruh jamaah sehingga mereka tak akan pernah merasa sedang berada di negeri asing.

"Kami ingin membuat seluruh Umat Islam merasakan bahwa mereka tidak berada di negara lain atau tempat asing ketika sedang beribadah haji dan umrah. Hal seperti ini tidak akan pernah ditemukan di tempat lain karena mereka yang datang ke Tanah Suci bukanlah wisatawan, melainkan tamu Allah. Mereka punya jalur hotline dengan Allah," kata Menteri Benten.

Dia mengemukakan bahwa melayani Umat Islam yang datang dari seluruh dunia guna melakukan ibadah haji dan umrah adalah tanggung jawab sekaligus kehormatan bagi Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

"Mereka yang datang ke Tanah Suci tidak punya alasan politik, ekonomi, sosial atau lainnya, melainkan hanya ingin beribadah karena perintah haji adalah salah satu pilar dari Rukun Islam dan disebutkan di dalam Al-Quran," ujarnya.

Salah satu kendala yang sering dialami oleh jamaah haji adalah perbedaan bahasa. Ia menjelaskan bahwa ada 3.500 petugas yang mampu bertutur dalam berbagai bahasa di dunia dan ditempatkan terutama di Arafah dan Mina.

"Dengan upaya ini, diharapkan perbedaan bahasa tidak lagi menjadi kendala yang berarti," katanya.

Ia menjelaskan bahwa peningkatan layanan haji dan umrah bagi seluruh Umat Islam di dunia, termasuk dalam Visi Arab Saudi 2030.

Pada musim haji tahun ini Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah menerapkan gagasan Road to Makkah (Jalan Menuju Makkah) bagi jamaah haji Indonesia dan Malaysia.

Gagasan ini memungkinkan jamaah melewati prosedur keimigrasian yang meliputi pemeriksaan paspor dan visa, serta pengambilan sidik jari di Bandara Jeddah karena seluruh proses tersebut sudah dilakukan di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.

Saat tiba di Jeddah, mereka juga tidak perlu menunggu bagasi yang membutuhkan waktu cukup lama karena para petugas telah mengurus, bahkan mengantarkannya langsung ke penginapan mereka masing-masing.

Dengan jalur cepat tersebut, dikemukakannya, hanya butuh 15 hingga 20 menit bagi jamaah untuk tiba di kamar hotel sejak pesawat mereka mendarat, turun dari pesawat, dan menuju bus yang memberangkatkan mereka ke penginapan. Sebelumnya, seluruh proses tersebut bisa memakan waktu 2,5 hingga 3 jam.

Pemerintah Kerajaan Arab Saudi saat ini juga sedang mengembangkan teknologi digital yang dapat digunakan oleh Umat Islam dalam menyusun rencana perjalanan haji dan umrah mereka melalui aplikasi dalam jaringan.

"Teknologi adalah faktor kunci. Kini setiap orang dapat mengakses aplikasi untuk memesan tiket pesawat, hotel dan transportasi. Bahkan, nantinya proses pengurusan visa haji dan umrah dapat dilakukan dengan cepat melalui aplikasi dalam jaringan," kata Menteri Benten.

Selanjutnya, ia menjelaskan sejumlah proyek pembangunan yang sedang dikerjakan oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, salah satunya adalah proyek perumahan di mana lebih dari 500 unit rumah akan dibangun.

"Proyek ini mendukung rencana manajemen tempat tinggal selama musim haji dan umrah," katanya.

Di sektor transportasi, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi sedang menggarap proyek kereta cepat Haramain yang akan menghubungkan Mekkah dan Madinah dengan melintasi Jeddah, Bandara Internasional King Abdul Aziz dan Kota Ekonomi King Abdullah (King Abdullah Economy City) di Rabigh sepanjang 453 kilometer.

Dengan kecepatan 300 kilometer per jam, para jemaah dapat menempuh perjalanan Makkah-Jeddah hanya dalam waktu 21 menit, sedangkan Makkah-Madinah bisa ditempuh dalam waktu kurang dari 2,5 jam.

Moda yang dapat mengakomodasi 60 juta penumpang setiap tahun ini akan meningkatkan layanan transportasi bersama dengan jaringan jalan, bus dan sarana lainnya secara terpadu.

Selain itu, Pemerintah Kerajaan juga membangun bandara baru dengan terminal khusus haji dan umrah di Jeddah yang menelan biaya 35 juta dolar Amerika Serikat (AS).

Dengan proyek pembangunan tersebut, menurut dia, diharapkan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi dapat melayani 4,5 juta jamaah haji pada 2030, dan 30 juta jamaah umrah setiap tahun atau sekitar 3 juta setiap bulan.

Di bidang budaya, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi sedang membangun Global Muslim Village (Kampung Muslim Global) yang terletak sekitar 40 kilometer dari Makkah.

Seluruh Muslim dari berbagai negara di sana dapat menampilkan budaya mereka, seperti makanan khas dan boleh menjualnya beserta produk budaya layaknya kerajinan tangan.

"Global Muslim Village menjadi tempat di mana Umat Islam dari seluruh dunia mengenal satu sama lain dengan baik," kata Menteri Benten.

Seluruh upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi tersebut sejalan dengan Visi 2030 dengan menjadikan negeri itu sebagai jantung dunia Islam, dan seirama dengan slogan haji tahun ini, yakni Dunia di Jantung Kerajaan.

Baca juga: "Road to Makkah" upaya manjakan jamaah haji
Baca juga: Kedatangan jamaah gelombang II dapat penyambutan khusus di Jeddah

Pewarta: Libertina W. Ambari
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2018