Pontianak (ANTARA News) - Hasil pemantauan Satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) terhadap hotspot atau titik panas dalam sepekan, 5 hingga 10 Agustus di Kalimantan Barat (Kalbar) sekitar 952 titik. "Jumlah titik panas yang bombastis tersebut sangat mengejutkan apabila dibanding dengan provinsi lain di Kalimantan yang belum puluhan titik," kata Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kalbar, Tri Budiarto, kepada ANTARA News, saat melakukan pengecekan langsung lokasi kebakaran lahan di Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Pontianak, Sabtu. Ia mengatakan, komitmen Pemerintah Provinsi Kalbar untuk menekan kebakaran lahan dan hutan tahun ini nampaknya tidak terbukti, karena dalam sepekan saja sudah berjumlah hampir satu ribu titik panas. Kebakaran tahun ini, ada beberapa diantaranya yang sudah masuk dalam kawasan hutan lindung. Dari pantauan Satelit NOAA, 6 - 10 Agustus, sedikitnya titik panas sudah masuk dikawasan hutan lindung sekitar 78 titik, Cagar Alam 14 titik, dan Taman Nasional 6 titik atau total 98 titik panas. "Perkiraan kita kalau sudah terpantau titik panas disekitar lokasi HL maupun TN, maka paling tidak kebakaran tersebut sudah masuk dalam kawasan hutan tersebut," ujarnya. Tri Budiarto menambahkan, dengan luas lahan gambut sekitar 1,7 juta hektar, Kalbar sangat rentan sekali terjadinya kebakaran lahan dan hutan, kalau tidak dilakukan pencegahan secara dini tidak mustahil setiap tahunnya bencana tersebut akan selalu melanda. Sementara itu, Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar, Maraden Purba, mengatakan, lemahnya kesadaran masyarakat akan bahaya membakar lahan dimusim kemarau telah membuat pihaknya kewalahan dalam menekan seminimal mungkin kebakaran lahan pertanian. "Kita sudah siagakan sekitar 240 orang yang tergabung dalam Brigade Pengendalian Kebakaran Lahan dan Hutan, Manggala Agni BKSDA, Kalbar untuk antisipasi meluasnya kebakaran lahan agar tidak masuk dalam kawasan hutan lindung maupun taman nasional," ujarnya. Ia mengatakan, pihaknya juga telah menyebarkan selebaran di titik-titik rawan pembakaran lahan, berupa larangan mebakar lahan dan hutan beserta sanksi pidana menurut Undang-undang 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 41 (1) yaitu barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup, diancam penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp50 juta. "Kita berharap masyarakat bisa meninggalkan kebiasaan membersihkan lahan pertanian dengan cara dibakar," ujarnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007