London (ANTARA News) - Bagi diplomat karier seperti Mohamad Wahid Supriyadi bertugas menjadi Duta Besar di Rusia tidak pernah terbayangkan sebelumnya dan bahkan usulan menjadi dubes di negara Afrika sempat ditolaknya sepertinya bagi pria kelahiran Kebumen 18 Agustus 1959, negara Afrika baginya kurang menantang.

Bagaimana tidak sebagai diplomat suami Murgiyati Supriyadi sudah malang-melintang di dunia diplomasi yang sangat keras dan penuh dengan tantangan. Puncaknya karirnya menjadi Dubes Republik Indonesia untuk Federasi Rusia merangkap Republik Belarus M Wahid Supriyadi .

Upaya diplomasi yang dilakukan Dubes Wahid berhasil mendekatkan Indonesia dengan Rusia, yang antara lain dibuktikan dengan digelarnya untuk ketiga kali Festival Indonesia dengan sukses dan dihadiri lebih dari 135 ribu pengunjung.

Sepertinya, diplomat yang mengawali karirnya menjadi Sekretaris III, di KBRI Canberra, Australia menjadi kawah atau tempat candra dimuka itu dapat dilewatinya dengan sukses. Pada saat hubungan Indonesia dan Australia sedang hangat-hangatnya pria yang pada awal belajar bahasa Inggris dengan mendengar musik dari kelompok musik asal Swedia ABBA dengan lagunya Ring-ring itu dengan mudah dihadapinya.

Bincang-bincang dengan putra pertama dari delapan bersaudara dari seorang guru di Kebumen ini sangat bersahaja. Tidak ada kesan kalau Dubes Wahid sudah banyak makan garam dalam berdiplomasi di berbagai negara. Puncaknya saat ia ditempa di Australia.

"Ayah saya seorang guru dengan delapan anak," ujar Sarjana Sastra Inggris, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ini yang sempat menjadi pengajar bahasa Inggris setelah pulang bekerja.

"Maklum gaji sebagai PNS di Deplu tidak mencukup untuk hidup," ujar mantan Dosen Bahasa Inggris, Fakultas Ekonomi, Universitas Pancasila dan juga pernah mengajar Bahasa Inggris di berbagai bimbingan tes ini.

Mohamad Wahid Supriyadi yang pernah menjadi Konsul Jenderal RI di Melbourne,Australia sebelumnya menjadi Konsul Muda (Vice Consul) Pensosbud KJRI Melbourne yang membuatnya akrab dengan kalangan media masa di Austlalia.

Media di Austalia dapat ditaklukkannya karena Wahid yang masa remaja sering mendengarkan radio Australia ABC itu menjadi member di National Press Club, Canberra, Australia dan Member Press Club di Melbourne membuatnya akrab dengan kalangan media masa hingga saat ini.

"Tulisan-tulisan saya pernah menghiasai media di Australia," ujar penyuka olahraga badminton ini. Beberapa tulisan atau artikelnya yang dimuat antara lain "West Papuans are Happy to be Indonesians" yang diterbitkan The Age, Melbourne, serta "Giving Ammunition to the Activists", di The Herald Sun, Melbourne.

Ia pun membahas masalah hubungan Indonesia Australia yang berjudul "Indonesia-Australia Relations: Myths and Realities," di Image Indonesia Vol XIV No 6. pada June 2007 lalu. Begitupun media di Tanah Air Wahid menulis tentang Pemimpin Baru Australia 2007, yang diterbitkan oleh Suara Pembaruan, 15 Agustus 2007 serta di harian Kompas dengan judul Dampak Pemilu Australia bagi RI, Kompas, 23 Nopember 2007.

Joko Widodo

Belum lama ini - buah pikirannya tentang Presiden Jokowi pun masuk dalam media The Australian, 2 Juli 2015 berjudul "Joko Widodo puts Indonesia ahead of his personal popularity".

Austalia memang mempunyai kenangan tersendiri bagi Dubes Wahid dimana lebih dari 11 tahun hidupnya dihabiskan bersama keluarga di negeri yang media massanya kadang "tidak bersahabat "dengan Indonesia.

"Itu kan media nya yang membuat hubungan Indonesia dan Australia `tidak bagus`, sesungguhnya antara kedua negara baik-baik saja bila tidak bisa dikatakan cukup mesra," ujarnya.

Mengenang masa kecil, Wahid bercita-cita menjadi dalang itu diwujudkan dengan membuat wayang dari bekas kardus yang ada, kardus-kardus itu pun digunting menjadi wayang.

Sayangnya hobi tersebut masih berlanjut hingga saat ini meski tinggal sebatas menjadi menonton wayang kulit.

Bahkan Dubes Wahid belum lama ini mendatangkan dalang terkenal untuk pertama kalinya,ditampilkan di Rusia, yang mungkin bagi sebagian besar tidak tahu dan belum pernah menyaksikan pertunjukkan wayang kulit. Apalagi pertunjukan wayang kulit lengkap dengan gamelan "live", yang dimainkan remaja Rusia.

Tidak heran pada saat tampil di gedung teater terkenal dan sekolah di Rusia. Duet dalang kondang Indonesia, Ki Anom Suroto dan Ki Bayu Aji, ditambah aksi dalang cilik Pramariza Fadlansyah dan Rafi Ramadhan berhasil membius warga Rusia.

Selama bertugas di Moskow, dia banyak melakukan terobosan yang juga dilakukan saat bertugas di Australia bahkan saat menjadi Duta Besar LBBP RI untuk Persatuan Emirat Arab (United Arab Emirates) berkedudukan di Abu Dhabi selama tahun 2008 hingga 2011.

Tidak melulu mengurus para TKW di negeri Timur Tengah tetapi juga banyak hal yang dilakukan dalam melakukan diplomasi Indonesia di luar negeri diantaranya menggelar acara Festival Indonesia yang selalu berlangsung dengan sukses. Seperti pada saat Festival Indonesia yang diadakan untuk ketiga kalinya di Moskow.

Selain tempat penyelenggaraan yang lebih luas pengunjung yang datang masyarakat Rusia dari berbagai kota pun bertambah puncaknya melampaui target ditetapkannya sebanyak 120 ribu orang datang dalam acara yang di gelar di Taman kota Moskow "Krasnaya Presnya" seluas 16,5 ha, selama tiga hari penyelenggaraan, dikunjungi lebih dari 135 ribu warga Moskow dan sekitarnya.

Wahid merasa puas dengan dukungan seluruh staf KBRI Moskow dan juga para relawan yang berasal dari pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di Rusia, dan acara Festival Indonesia yang digelar awal Agustus berlangsung dengan sukses.

Perasaan puas bagi sang Dubes mungkin belum maksimal bila tidak ada hasil dari temu bisnis maupun misi dagang ibu-ibu UKM peserta festival yang harus ada tindak lanjutnya. Begitupun jumlah wisatawan Rusia berlibur ke Indonesia bisa terus bertambah.

Namun begitu Menteri Pariwisata Arief Yahya sangat memuji langkah yang dilakukan KBRI Moskow dalam mempromosikan Pariwisata dalam acara Festival Indonesia, meskipun belum ada penerbangan langsung, para wisatawan Rusia memilih mencarter pesawat ketimbang menunggu adanya penerbangan langsung Moscow Indonesia.

Dia juga pernah menjadi Kepala Desk Diaspora Indonesia di Kemenlu dan pada penyelenggaraan Kongres Diaspora, Dubes Wahid pun ditunjuk sebagai Ketua Panitia Kongres Diaspora Indonesia kedua dan ketiga di Jakarta Indonesia. Diaspora yang tersebar dari seluruh dunia baginya merupakan aset yang sangat besar bagi pembangunan Indonesia.

Keinginannya untuk mempromosikan dan mendekatkan Indonesia dengan Rusia tempat ia bertugas selama tiga tahun terakhir ini terus meningkat. Berbagai usaha diplomasi dilakukan mulai dari budaya, ekonomi dan juga politik puncaknya saat Presiden Joko Widodo berkunjung ke Rusia pada tahun 2016 lalu.

Hubungan sejarah panjang Indonesia dan Rusia sudah berlangsung sejak Presiden Soekarno yang sepertinya masih perlu terus ditingkatkan baik hubungan ekonomi, politik,dan budaya.

(ZG/b/a011)

Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018