Brisbane (ANTARA News) - Sejak Garuda Indonesia menghentikan rute penerbangan langsungnya dari Brisbane, Australia, ke Denpasar, Bali, sejak 13 Januari 2007, para turis Australia dan mancanegara dari ibukota Negara Bagian Queensland itu cenderung lebih memilih berwisata ke Bangkok, Thailand, daripada Bali. "Bagi para turis `back packer` (turis dengan kantong mahasiswa) lebih murah berlibur ke Thailand daripada Bali akibat tak adanya lagi penerbangan langsung Garuda Indonesia ke Denpasar dari Brisbane. Mereka yang ingin ke Bali harus terbang lewat Sydney atau Darwin," kata Operator "Student Flight", Andrew Ellison, Rabu. Ditemui di biro perjalanannya yang berlokasi di Jalan Hawken Dr, St Lucia, ia mengatakan, selain harus menginap semalam di Sydney untuk mengejar jadwal keberangkatan penerbangan Garuda ke Denpasar di pagi hari, para turis itu terpaksa harus mengeluarkan biaya ekstra untuk penerbangan ke Sydney dari Brisbane. Kondisi ini sangat tidak praktis karena mereka harus mengeluarkan uang setidaknya 1.200 dolar Australia untuk penerbangan PP. Dengan biaya tiket sebanyak itu, berlibur ke Bangkok, Thailand, justru lebih murah. Ketika Garuda masih melayani rute penerbangan langsung Brisbane-Denpasar, tiket PP maskapai penerbangan ini tergolong "murah", yakni hanya sekitar 500 dolar Australia, katanya. Selain lewat Sydney, alternatif lainnya adalah lewat Darwin, ibukota Negara Bagian Northern Territory (NT). Namun, pilihan ini juga bukan tanpa masalah karena para turis "back packer" juga terpaksa harus menginap di Bandar Udara Internasional Darwin untuk menunggu penerbangan pagi Garuda, kata Ellison. "Ini juga agak merepotkan mereka. Yang paling cocok adalah kalau Garuda Indonesia kembali melayani rute penerbangan langsung Brisbane-Denpasar kembali," katanya. Terlepas dari kondisi itu, masih ada orang Australia maupun asing yang menetap atau singgah di Brisbane yang ingin berwisata ke Pulau Bali. Warga negara asing yang selama ini memilih Bali sebagai tempat berlibur mereka umumnya berasal dari Amerika Selatan, Eropa, dan Asia, katanya. "Mereka umumnya `back packer`. Namun jumlah orang Australia yang memesan tiket penerbangan untuk tujuan Bali cenderung semakin menurun setelah insiden Bom Bali dua," katanya. Ditanya tentang dampak pemberitaan media massa Australia tentang meninggalnya seorang warga Bali baru-baru ini akibat flu burung, ia mengatakan, kasus flu burung tidak terlalu memengaruhi orang-orang Australia yang ingin berlibur ke Bali. "Justru yang lebih sering khawatir itu adalah orang-orang Asia, seperti Jepang," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007