Sekarang tinggal tersisa enam rumah saja ..
Mataram (ANTARA News) - Dusun Apit Aiq, Kecamatan Batu Layar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, rata dengan tanah akibat gempa tektonik 6,9 Skala Richter pada Minggu (19/8). Saat ini sebanyak 126 dari 132 rumah yang ada telah ambruk.
      
Dari pantauan pada Jumat, dusun yang berada di dekat kawasan objek pariwisata Pantai Senggigi itu, kini hanya menyisakan enam rumah saja. Sisanya warga terpaksa tinggal di tenda alakadarnya di sela-sela bangunan yang sudah roboh.
      
Untuk mencapai dusun yang berada di lereng perbukitan Bukit Layar itu terbilang ekstrem karena jika menggunakan motor, pengendara harus menjalankan kendaraannya ekstra hati-hati agar tidak terperosok ke dalam jurang ratusan meter yang berada di pinggir jalan setapak itu.
      
Motor harus mengikuti kontur dengan naik turun dan kelokan yang cukup tajam sesekali membelah hutan bambu. Beruntung jika tiba di sana saat musim kemarau, namun bila sudah datang musim hujan siap-siap roda motor slip mengingat jalan menjadi licin.

Dari Jalan Raya Senggigi, paling tidak dibutuhkan waktu selama setengah jam untuk mencapai dusun itu.
      
Rumah tembok milik warga tampak berserakan saat kendaraan menjelang mencapai dusun tersebut. Lokasi setiap rumah itu, tidak bergerombol melainkan berjauhan atau paling tidak sekitar 10 sampai 20 meter.

Warga pun mendirikan rumah memanfaatkan tanah berkontur rata.

Warga yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan buruh bangunan, saat ini tinggal di tenda darurat. Tenda yang dimiliki itu memanfaatkan terpal bekas karena sampai sekarang bantuan dari pemerintah tak kunjung tiba.

Warga menyebutkan rumah di dusun itu hancur lebur pascagempa  7 Skala Richter yang terjadi pada Minggu (5/8), sampai masjid yang selama ini dimanfaatkan warga tidak luput rusak.

“Sekarang tinggal tersisa enam rumah saja dari 132 rumah yang semula ada,” kata mantan Kepala Dusun Apit Aiq, Bahrain Arhap Hidayat di lokasi.

Selain itu, terdapat beberapa warga juga yang memanfaatkan kandang merpati yang panjangnya seukuran orang dewasa, dijadikan rumah tempat tinggal sementara. “Burung merpatinya di luar saja, kita bersihkan. Lumayan untuk beristirahat,” kata Alamin, warga setempat.

Sampai sekarang warga baru mendapatkan bantuan beras dari pemerintah, yakni sebanyak tiga kilogram untuk enam kepala keluarga, untuk lauk pauknya tidak ada. “Hingga kami pun memanfaatkan talas, bagi yang tidak punya talas makan kelapa muda,” katanya.

Dia mengaku sudah beberapa kali mencoba mendatangi kantor desa untuk meminta bantuan makanan. Tapi sampai sekarang tidak ditanggapi.

“Sampai-sampai kami berasumsi bahwa dusun kami ini memang anak tiri, bayangkan saja dusun yang ada di bawah dan rumahnya yang roboh hanya sedikit, tapi mendapatkan makanan yang cukup,” katanya.

Warga pun sudah frustasi dengan ketidakpedulian pihak terkait atas nasibnya. “Saat ini kami tinggal di tenda darurat, terpal saja tidak ada. Bapak bisa lihat itu tenda yang ada, bekas penampungan air hujan di kolam,” katanya.

Baca juga: Diperkirakan akan ada 4.000 kelahiran di pengungsian gempa Lombok
Baca juga: Perempuan rawan kekerasan saat terjadi bencana

 

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018