Jakarta (ANTARA News) - Seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) siap menyambut kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyampaikan pidato kenegaraan di Gedung DPD di Senayan pada 23 Agustus dengan berbaju batik, bukan berpakaian jas dan dasi. Menurut Wakil Ketua DPD Irman Gusman didampingi Sekjen DPD Siti Nurbaya di Gedung DPD/MPR Jakarta, Selasa, keputusan untuk berbaju batik itu telah disepakati seluruh anggota DPD dalam sidang paripurna membahas rencana pidato kenegaran Presiden terkait pembangunan daerah dan alokasi anggaran RAPBN 2008 bagi daerah. Sesuai UUD 1945, DPD wajib memberi pertimbangan atas RUU yang dibahas DPR, termasuk RUU tentang RAPBN 2008. Sidang Paripurna khusus DPR dengan agenda pidato kenegaraan ini merupakan ketiga kalinya bagi DPD dan telah ditetapkan sebagai konvensi kenegaraan yang diselenggarakan setiap tahun. Posisi Sidang Paripurna Khusus DPD ini bagi agenda politik nasional, antara lain sebagai wahana politik untuk presiden menyampaikan sikap politik dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan daerah. Pidato kenegaraan bertema "konsolidasi Otonom untuk Kesejahteraan Rakyat" ini juga sebagai sarana komunikasi politik dimana secara bersama-sama anggota DPD dan kepala daerah serta Ketua DPRD memperoleh masukan secara lansgung dari presiden. Setelah Sidang Paripurna DPD yag dimulai pukul 10.00 WIB, sejumlah Menteri, antara lain Mendagri, Menkeu dan kepala Bappenas menyampaikan pemaparan mengenai RAPBN 2008 kepada anggota DPD, gubernur dan bupati/walikota serta ketua-ketua DPRD se-Indonesia. Anggota DPD Sarwono Kusumaatmadja menjelasan, sejumlah substansi aktual akan disampaikan Ketua DPD Ginanjar Kartasasmita dalam Sidang Paripurna DPD tersebut. Misalnya mengenai globalisasi dan posisi masyarakat di daerah, persoalan Pilkada serta calon independen dan persoalan pembangunan perbatasan dan pulau-pulau terluar. Dalam kaitan globalisasi, DPD berharap pemerintah daerah lebih memperioritaskan persoalan daerah, ketimbang persoalan luar negeri dengan mempersiapkan masyarakat agar bisa tetap "survive" menghadapi globalisasi. Mengenai Pilkada, DPD menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka peluang munculnya calon perorangan. DPD sejak 2005 saat pembahasan RUU tetang Ibukota Negara memperjuangkan perlunya calon perorangan. Dalam kaitan ini, DPD tidak ingin ada pembatasan persyaratan atau upaya mempersulit calon perorangan dalam Pilkada. Pembatasan dan upaya mempersulit calon perorangan itu menunjukkan elit-elit pusat dan elit partai politik yang tidak rela dan tidak ikhlas dengan keputusan MK. "Apalagi ada partai politik yang menginginkan adanya persyaratan dukungan dari jumlah pemilih sebanyak 15%. Itu tidak rasional," kata Sarwono.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007