Jakarta (ANTARA News) - Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) di DPR memperkirakan bahwa kebutuhan investasi pada 2008 untuk menopang pertumbuhan ekonomi 6,8 persen akan sulit dipenuhi. "Tantangan pemenuhan kebutuhan investasi itu justru berasal dari pemerintah sendiri, salah satunya adalah kemampuan investasi pemerintah seperti penyerapan di APBN yang belum optimal, termasuk regulasi investasi yang kini belum berjalan efektif," kata juru bicara FPPP, Syumli Syadli. FPPP menyampaikan pemandangan umum terhadap RAPBN 2008 beserta Nota Keuangannya dalam rapat paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR, Muhaimin Iskandar di Jakarta, Selasa. Syumli menyebutkan, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 2008 sebesar 6,8 persen, diperlukan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sebesar Rp1.296 triliun. Pemerintah berharap sumber investasi tahun 2008 berasal dari sektor swasta baik investasi asing maupun dalam negeri sebesar 35,5 persen (Rp460,08 triliun). Sementara kontribusi perbankan sebesar 13 persen (Rp168,48 triliun), investasi BUMN 11,7 persen, proyek infrastruktur 7 persen, dan investasi lainnya 22,5 persen. Menurut FPPP, kebutuhan investasi itu akan sulit dipenuhi. Salah satu tantangannya justru berasal dari pemerintah sendiri yang ditunjukkan dengan kemampuan investasi pemerintah seperti penyerapan APBN yang belum optimal. "Kendati porsi investasi pemerintah tergolong kecil, namun perannya sangat besar untuk menggairahkan sektor riil karena belanja pemerintah lebih banyak bersifat padat karya," kata Syumli. Menurut FPPP, untuk mencapai pertumbuhan sebesar 6,8 persen, pemerintah membutuhkan investasi langsung sebesar 100 miliar dolar AS. Ini merupakan tantangan berat karena kenyataannya selama ini investasi asing yang masuk masih dalam bentuk investasi asing tidak langsung atau portofolio. Investasi itu rentan terhadap turbulensi sektor keuangan seperti sekarang. "Disadari bahwa kinerja investasi pemerintah yang belum optimal lebih disebabkan karena faktor domestik yakni inkonsistensi pemerintah membenahi beberapa sektor yang selama ini menhambat investasi," katanya. Menurut dia, banyaknya pungutan dan lemahnya kelembagaan investasi di daerah serta masih besarnya tingkat kebocoran dalam investasi akibat korupsi atau ekonomi biaya tinggi merupakan penghambat investasi. "Investasi yang boros itu menyebabkan kualitas pertumbuhan yang dicapai menjadi kurang berkualitas dan berkesinambungan," kata Syumli dalam rapat yang dihadiri Menkeu Sri Mulyani selaku wakil pemerintah. Dalam kesempatan itu FPPP juga meminta agar upaya mendorong investasi tidak hanya mengandalkan peran pengusaha besar tetapi juga semua pelaku ekonomi termasuk UKM. "Sementara itu sektor yang dikembangkan juga merupakan sektor produktif yang memiliki keterkaitan dengan sumber daya domestik seperti perikanan, kelautan, kehutanan, dan sumber daya alam lainnya yang tidak banyak mengandung bahan impor, dan menyerap banyak tenaga kerja," kata Syumli. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007