New York (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, menyatakan sangat berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dapat menghadiri Sidang ke-62 Majelis Umum (SMU) Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang akan berlangsung pada 25 September hingga 3 Oktober 2007 di Markas Besar PBB, New York. Harapan tersebut telah secara berkali-kali disampaikan Ban kepada perwakilan Indonesia di PBB, New York, demikian diungkapkan Deputi Wakil Tetap RI untuk PBB, Adiyatwidi Adiwoso, Selasa. "Ya betul, Sekjen Ban Ki-moon telah beberapa kali mengingatkan kepada saya agar meminta Bapak Presiden hadir pada Sidang Majelis Umum nanti. Saya katakan (kepada Ban Ki-moon, red), tentu kami akan sampaikan permintaan tersebut," kata Adiyatwidi ketika dihubungi ANTARA. Pada pertemuan terakhirnya dengan Ban Ki-moon, ungkap Adiyatwidi, Sekjen PBB yang mantan menteri luar negeri Korea Selatan itu bahkan secara berkelakar memaksa, "Pokoknya Presiden Anda harus hadir!". Bahas iklim Sidang ke-62 Majelis Umum yang tahun ini mengusung tema utama tentang "Perubahan Iklim" menurut rencana akan dihadiri lebih dari 100 kepala negara/kepala pemerintahan dan akan dibuka oleh Ban Ki-moon pada 25 September pagi. Adiyatwidi belum bisa mengungkapkan kepastian apakah Presiden Yudhoyono akan hadir pada SMU ke-62 atau tidak . Yang pasti, menurut jadwal sementara yang dikeluarkan oleh sekretariat Majelis Umum PBB, kepala negara Indonesia mendapat kesempatan untuk menyampaikan pidato dalam debat umum SMU ke-62 pada 25 September dalam kesempatan gelombang kedua, yaitu sore hari antara pukul 15.00-19.00. Indonesia mendapat giliran berpidato setelah para pemimpin negara/pemerintahan dari Sri Lanka, Paraguay, Korea Selatan, Afrika Selatan, Argentina, dan Iran. Menurut penuturan Adiyatwidi, keinginan Ban Ki-moon yang sangat kuat agar Presiden Yudhoyono dapat hadir di SMU ke-62 PBB nanti erat kaitannya dengan peranan penting yang dimainkan Indonesia dalam upaya dunia internasional menangani masalah perubahan iklim. Indonesia pada bulan Desember dijadwalkan akan menjadi tuan rumah pertemuan internasional mengenai perubahan iklim, tepatnya di Bali pada 13-14 Desember 2007 dan diharapkan akan dihadiri oleh utusan lebih dari 180 negara. Indonesia sendiri, seperti yang dituturkan Presiden Yudhoyono baru-baru ini, berharap sidang antar-pihak Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) akan melahirkan suatu gagasan baru pasca Protokol Kyoto yang lebih adil dan diterima semua pihak. SMU PBB dengan tema tentang Perubahan Iklim pada September nanti disebut-sebut akan menjadi dorongan politis tentang kesepakatan negara-negara maju dan berkembang untuk memulai kerangka kerja proses negosiasi pasca Protokol Kyoto tahun 2002. Pertemuan Bali akan menjadi batu loncatan proses perundingan tersebut, yang kemudian akan dilanjutkan di Polandia pada 2008 dan Denmark tahun 2009. Selain debat umum SMU ke-62 PBB, pimpinan delegasi yang terdiri atas kepala negara/pemerintahan atau pejabat pemerintah setingkat menteri pada 24 September dijadwalkan akan menghadiri pertemuan tingkat tinggi tentang Perubahan Iklim, yang akan membahas adaptasi, mitigasi (upaya meminimalisasi dampak perubahan iklim), alih teknologi ramah lingkungan, serta pendanaan program-program mengatasi perubahan iklim. Sebagai salah satu dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB saat ini, Kepala Negara Indonesia juga diharapkan akan menghadiri pertemuan tingkat tinggi DK-PBB yang dijadwalkan berlangsung pada 25 September. (*)

Copyright © ANTARA 2007