Semarang (ANTARA News) - Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) yang terletak di Jalan Gajah Raya Semarang, Jawa Tengah, yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 11 November 2006, kini menjadi kebanggan umat Islam karena keberadaan tempat ibadah yang dibangun di atas lahan 10 hektare itu telah mendunia. Keberadaan MAJT tidak hanya dikenal umat Islam Indonesia namun telah dikenal umat Islam di dunia. Gaungnya telah sampai ke dunia. Tidak sedikit umat Islam dunia dan diplomat negara Islam yang berkunjung ke Jawa Tengah menyempatkan diri mengunjungi MAJT. Mereka mengaku tertegun dengan kemegahan MAJT yang pembangunannya memakan waktu 5 tahun itu menjadi tempat ibadah, pusat pendidikan, pelayanan masyarakat, pusat aktivitas syiar Islam, dan alternatif wisata religi. Umat Islam dan diplomat asing asal Timur Tengah, Malaysia, dan Brunei Darussalam ketika berada di MAJT berputar-putar berkeliling dan tak lupa salat di MAJT yang pembangunannya menghabiskan dana sebesar Rp198,6 miliar itu tertarik dengan arsitektur MAJT. Abdul Aziz (43), umat Islam asal Malaysia, mengaku keindahan dan kemegahan MAJT tak terkira. "Saya sangat tertegun dengan keindahan dan kemegahan MAJT yang menjadi pusat dakwah, syiar Islam, dan wisata religi," katanya yang mengaku sudah mengunjungi MAJT dua kali. Ia mengimbau agar masjid ini dikelola dengan sebaik-baiknya dan difungsikan secara optimal. Fungsi utama masjid adalah sebagai tempat ibadah, tentu harus diisi dengan kegiatan yang bernuansa keagamaan seperti salat, zikir, membaca Alquran yang merupakan sebagian upaya memakmurkan masjid. Achmad Fauzi (34), muslim dari Brunei Darussalam, mengharapkan agar keberadaan MJAT yang megah dan indah ini dijadikan tempat untuk memupuk persatuan dan kesatuan umat Islam. "Makmurkanlah masjid ini, dan jadikanlah rumah Allah ini tempat untuk memupuk rasa persaudaraan, kesatuan, dan persatuan umat Islam. Dari MAJT inilah diharapkan akan terpancar semangat ajaran Islam," katanya yang mengaku sudah tiga kali mengunjungi MAJT. Bahkan, hampir setiap hari wisatawan domestik dari penjuru Tanah Air, terutama pada hari libur berdatangan ke MAJT untuk melihat keindahan dan kemegahan bangunan MAJT yang gaungnya telah mendunia itu. "Kalau boleh saya omong, MAJT merupakan masjid paling megah di seluruh Indonesia. Keindahan, kemegahan, dan arsitekturnya tiada taranya. Keberadaan MAJT harus dikelola dengan baik sebagai tempat syiar agama Islam, tempat dakwah, wisata religi, dan pelayanan masyarakat," kata Fauzi Dahlan (32), muslim asal Sumatera Barat. MAJT dibangun di areal seluas kurang lebih 10 hektare, dengan luas bangunan induk seluas 7.669 m2, dan mampu menampung 15.000 jemaah. Sedangkan pelatarannya seluas 7.500 m2 dilengkapi dengan enam payung raksasa yang bisa membuka dan menutup secara otomatis seperti yang ada di Masjid Nabawi di kota Madinah. Arsitektur masjid ini merupakan perpaduan antara arsitektur Jawa, Arab, dan Yunani. Di bangunan sayap kanan terdapat ruang pertemuan atau auditorium yang mampu menampung 2.000 jemaah. Sedangkan sayap kiri dipersiapkan untuk perpustakaan yang nantinya didesain menjadi perpustakaan modern (digital library) dan ruang perkantoran yang disewakan. MAJT selain disiapkan sebagai tempat ibadah, juga dipersiapkan sebagai objek wisata religius. Untuk menunjang tujuan tersebut, MAJT dilengkapi dengan wisma penginapan dengan kapasitas 23 kamar berbagai kelas sehingga para peziarah yang ingin bermalam bisa memanfaatkan fasilitas ini. Daya tarik lain dari masjid ini adalah Menara Asmaul Husna atau Al Husna Tower yang tingginya mencapai 99 Meter. Bagian dasar dari menara ini terdapat Studio Radio DaIs (Dakwah Islam). Sedangkan di lantai 2 dan lantai 3 digunakan sebagai Museum Kebudayaan Islam, dan di lantai 18 terdapat "Kafe Muslim" yang dapat berputar 360 derajat. Di lantai 19, yaitu untuk menara pandang dilengkapi lima teropong yang bisa melihat kota Semarang. MAJT ditinjau dari segi arsitekturnya sangat membanggakan dan bangunannya meneladani prinsip gugus model kluster dari Masjid Nabawi di Madinah. Bentuk penampilan arsitekturnya merupakan gubahan baru yang mengambil model dari tradisi masjid para wali dengan membubuhkan corak universal arsitektur Islam pada bangunan pusatnya dengan menonjolkan kubah utama yang dilengkapi dengan "minaret" runcing menjulang di keempat sisinya. Ide pendirian MAJT berasal dari Gubernur Mardiyanto yang didukung tokoh-tokoh masyarakat dan agama. Mereka sangat mendukung gagasan tersebut. Pertimbangannya, masyarakat Jateng memerlukan bangunan monumental berupa masjid yang menjadi kebanggaan rakyat Jateng. Keberadaan masjid itu juga mencerminkan perhatian pemerintah dan masyarakat untuk memelihara keseimbangan antara pembangunan material dan spiritual. MAJT beserta fasilitas pendukungnya menempati tanah "bondo" Masjid Agung Semarang di Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang. Karena itu, di samping adanya arena bisnis di sekeliling MAJT, seperti halnya Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Mekah, sangat diharapkan uluran tangan dari kaum "aghniya" (orang kaya) untuk memberikan bantuan material agar MAJT terpelihara kebersihan, keindahannya, dan dapat berfungsi maksimal. MAJT mempunyai konsep yang diterjemahkan dalam tradisi candra sengkala. Pesan dalam candra sengkala yang dipadu dalam kalimat "sucining guna gapuraning gusti" (4391-1934 Jawa atau 2001 tahun Masehi Miladiyah), menandai awal terbesitnya niat untuk mulai membangun masjid mutiara tanah Jawa itu. Masjid yang mampu menampung 15.000 jemaah ini secara keseluruhan terdiri atas bangunan masjid, plaza masjid dengan enam payung hidrolik raksasa, aula pertemuan, graha agung hotel, kompleks perkantoran, perpustakaan, dan menara Asmaul Husna. Beberapa bangunan di dalam area MAJT mempunyai spesifikasi khusus yang tidak dimiliki daerah lain di Indonesia. Misalnya payung hidrolik raksasa hanya ada di dua tempat, yaitu Masjid Nabawi dan Masjid Agung Jawa Tengah. Menara Asmaul Husna, yang berdiri kokoh di sudut barat daya MAJT merupakan salah satu daya tarik kawasan itu. Dari bentuknya, bangunan setinggi 99 meter yang melambangkan nama Allah itu dikonsep sebagai replika Menara Kudus. Banyak pengunjung yang datang untuk sekadar melihat atau berfoto bersama di menara MAJT. Konsep bangunan yang menggabungkan arsitektur Jawa, Islam, dan Roma itu merupakan pemikat bagi pengunjung. Berbagai "memorabilia" yang terkait dengan syiar Islam juga ada di sana, di antaranya Alquran raksasa tulisan tangan yang merupakan karya H. Hayatuddin, "khattat" (penulis kaligrafi) dari Universitas Sains dan Ilmu Alquran (Unsyiq) Jateng di Wonosobo. Selain itu, ada pula replika beduk raksasa Purworejo, yang dibuat para santri Pesantren Alfalah Mangunsari, Jatilawang, Banyumas. Bangunan masjid tak menunjukkan kesan mewah. Dibandingkan bangunan pendampingnya, bangunan masjid lebih sederhana, namun memberi kesan teduh. Pemilihan warna maupun penataan interior masjid dirancang dengan cermat. Rancangan bentuk dan hiasan di dalam masjid didominasi pengaruh dua budaya, Jawa dan Islam. Bentuk kubah, lengkungan, geometri bintang delapan, dan kaligrafi mencerminkan budaya Islam. (*)

Oleh Oleh Herry Soebanto
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007