Coba berapa hal lain tambahan untuk keluar dari itu, misalnya manfaatkan hubungan baik dalam satu diplomasi khusus antara Indonesia dan negara-negara sahabat. Mungkin tak banyak, dua-tiga negara sahabat, Amerika sekalipun, China, Qatar di Timteng....
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menyebutkan, pelemahan nikai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat saat ini berbeda dengan krisis ekonomi yang terjadi pada 1998.

"Kondisi ekonomi Indonesia saat ini masih bagus. Optimistislah, jelas nggak bisa disamakan apa yang dihadapi pemerintah dengan pelemahan nilai rupiah saat ini, seakan-akan sama seperti krisis yang kita hadapi pada 1998. Jauh beda itu," kata Surya Paloh, di kantor DPP NasDem, Gondangdia, Jakarta Pusat, Rabu.

Ia meyakini kondisi ekonomi Indonesia masih stabil, meski rupiah terus melemah yakni Rp14.922 per dolar AS.

"Memang ada penurunan rupiah, itu disebabkan dua faktor, ada eksternal dan internal. Faktor luar amat sangat mempengaruhi," tuturnya. 

Saat menghadiri pelantikan gubernur di Istana Negara, Surya mengaku sempat berbincang dengan Presiden Joko Widodo.

Dalam kesempatan itu, Paloh memberi masukan kepada Presiden Jokowi untuk menangani masalah terkait rupiah ini. 

"Coba berapa hal lain tambahan untuk keluar dari itu, misalnya manfaatkan hubungan baik dalam satu diplomasi khusus antara Indonesia dan negara-negara sahabat. Mungkin tak banyak, dua-tiga negara sahabat, Amerika sekalipun, China, Qatar di Timteng. Presiden bolehlah telepon-telepon mereka, tanya gimana nih rupiah nih kalau kita jaga bersama, bagus," kata Paloh.

Sementara itu, pakar ekonomi internasional sekaligus president & Group Head Asean International Advocacy, Shanti Ramchand Shamdasani, menegaskan, kondisi Indonesia saat ini jauh berbeda dengan kondisi Indonesia di awal reformasi. 

Ketika itu, kata dia, nilai tukar rupiah telah mengantarkan Indonesia pada sebuah krisis moneter.

"Karakter kenaikan dolar terhadap rupiah pada 1998 dengan 2018 berbeda. Pada 1998 sudah ada banyak bank yang bangkrut, tutup dan merger," kata politisi Partai NasDem ini. 

Menurut dia, ada beberapa alasan utama yang bisa menjelaskan kondisi pelemahan rupiah terhadap dolar saat ini jauh berbeda dengan krisis yang terjadi pada 1998.

"Kalau pelemahannya seperti di 1998, rupiah seharusnya mencapai Rp 47.241 per dollar pada September 2018," ucap bakal calon anggota legislatif (bacaleg) DPR dari Partai Nasdem itu.

Kondisi lainnya yang membuat berbeda yaitu pada tahun 1998, cadangan devisa nasional hanya sekitar USD 23,61 miliar. Sedangkan pada tahun 2018, cadangan devisa nasional mencapai USD 118,3 miliar.

Kemudian, jika dilihat dari sisi inflasi, maka kondisi yang jauh berbeda juga terjadi. Pada tahun 1998, tepatnya pada Agustus 1998 terjadi inflasi sebesar 78,2 persen. Sedangkan, pada saat ini, inflasi pada Agustus 2018 hanya mencapai 3,2 persen.

Untuk mengatasi hal itu, tambah Shanti, pemerintah perlu menunda pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang masih dalam daftar perencanaan (pipeline), sehingga dananya bisa digunakan untuk menstabilkan rupiah.

"Saya usulkan, proyek-proyek yang tadinya sudah pipeline, belum dilaksanakan dan masih bisa diberhentikan, dihentikan dulu. Uangnya digunakan untuk mengamankan rupiah," katanya.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018