Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menyatakan bahwa adanya kemungkinan untuk menekan "cost recovery" dalam eksplorasi migas yang dalam beberapa kurun waktu terakhir menunjukkan adanya kenaikan sehingga membebani APBN. "Dalam kontrak karya memang ada klausul yang sifatnya memang sangat general yang bisa memasukkan berbagai komponen yang bisa saja kemudian dianggap sangat tidak berhubungan dengan produksi migas," kata Sri Mulyani usai membuka pameran lukisan di kompleks Departemen Keuangan Jakarta, Rabu. "Cost recovery" pada intinya merupakan pengeluaran negara untuk membiayai investasi pengembangan lapangan migas di Indonesia. Menkeu menyebutkan, dalam komponen yang bersifat general itu disebutkan adanya biaya lain-lain yang sebenarnya tidak masuk sebagai komponen yang tidak terklasifikasi untuk keperluan produksi migas, tetapi masih dimasukkan juga sehingga menambah beban "cost recovery". "Nah yang mengawasi kategori biaya lain-lain ini adalah BP Migas, makanya kinerja BP Migas untuk penerapan apakah biaya-biaya itu boleh masuk atau tidak dalam `cost recovery`. Itu masalah yang harus disampaikan oleh BP Migas dalam memberikan penjelasan terhadap masalah ini," katanya. Menurut dia, pihaknya juga akan melihat satu per satu komponen kenaikan "cost recovery" apakah bisa dibenarkan atau tidak berdasarkan situasi dan praktek yang ada. Ia juga menyebutkan bahwa Departemen ESDM dan BP Migas sudah menyiapkan bahan-bahan untuk menjelaskan mengenai "cost recovery" itu. "Saat ini bahan sedang disiapkan, mungkin dalam 1-2 minggu ini kita akan lihat, kemarin kan DPR juga sudah menanyakan mengenai kenaikan `cost recovery` yang sangat besar dalam 3 tahun terakhir sementara produksi turun," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007