Jakarta (ANTARA News) - Target pertumbuhan ekonomi yang tercantum dalam RAPBN 2007 sebesar 6,8 persen dinilai terlalu ambisius, sementara berdasarkan konsensus yang dilakukan di lembaga-lembaga analis ekonomi nasional dan internasioanl memprediksikan hanya akan mencapai 6,2 persen. Hal ini disampaikan oleh Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri, Emir Moeis, di Jakarta, Rabu. Ia mengatakan, target pemerintah sebesar 6,8 persen terlalu optimis. Menurut dia, target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8 persen itu berakibat pada jumlah pendapatan pajak yang ditargetkan Rp583 triliun dan dapat memperbesar defisit APBN diatas 1,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang mencapai Rp75 triliun. "Target defisit APBN itu terlalu besar karena kenyataannya daya serap APBN masih rendah, demikian pula daya serap APBD. PDIP tidak setuju dengan pemerintah yang menetapkan defisit 1,7 persen," katanya, saat memberikan keterangan kepada wartawan tentang pertumbuhan ekonomi didampingi oleh Ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ikhsan. Ia mengatakan, sampai dengan Juli 2007 target belanja barang 2007 yang telah terealisasi, yaitu sekitar 20 persen. Hal serupa juga terjadi pada penyerapan APBD. Lebih dari Rp90 triliun dana pemerintah daerah masih berada di Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Sementara itu, menurut Ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ikhsan, yang hadir bersama Emir, jika pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi mencapai 6,8 persen pada 2008, maka dapat dilakukan dengan defisit yang besar, asalkan penggunaannya efisien "Selama penggunaannya efisien, tidak ada `deadlock`, dan selama tidak ada dana yang nganggur. Sementara saat ini dana pemerintah daerah yang nganggur di SBI mencapai Rp90 triliun," katanya. Untuk dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi pada 2008, katanya, pemerintah juga harus dapat menciptakan iklim investasi yang bagus. "Idealnya adalah iklim investasi bagus sehingga investor akan mempercepat pertumbuhan investasinya. Iklim investasi bagus, masalah perburuhan dan otonomi daerah dapat diselesaikan maka investasi akan meningkat," katanya. Terkait dengan besarnya defisit APBN 2008, Fauzi mengatakan hal tersebut nantinya harus dibiayai dengan hutang terutama melalui Surat Utang Negara (SUN) dalam rupiah dengan bunga sekitar 10 persen. Fauzi mengatakan bunga tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pinjaman lunak dalam dolar Amerika yaitu sekitar 5,5 persen. Hal ini, menurut dia, akan menyebabkan pemerintah bersaing dengan sektor swasta dalam menerbitkan surat utang yang dapat membuat bunga hutang naik. Selain itu, untuk mengimpor barang modal, pemerintah harus menukarkan rupiah yang didapatkan melalui penerbitan SUN dengan dolar Amerika dalam skala besar sehingga dapat menekan rupiah. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007