New York (ANTARA News) - Pendaftaran data nama 4.981 pulau di Indonesia kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa diakui tidak menjamin status pulau Indonesia aman dari sengketa dengan negara-negara lain. Namun Ketua Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakorsurtanal), Rudolf W Matindas, mengingatkan bahwa pendaftaran data dan nama-nama pulau Indonesia, termasuk pulau-pulau terluar, akan menjadi modal Indonesia untuk memperkuat posisi jika terjadi sengketa dengan negara lain. "Forum ini (UNGEGN, red) tidak mengatur aspek hukum, hanya standar dan cara-cara yang disepakati internasional dalam mendeskripsikan suatu pulau. Tapi kalau itu pun tidak diikuti, tanpa data seperti itu, posisi kita tentu akan makin lemah saat berusaha menghadapi sengketa," kata Rudolf, Kamis, ketika ditemui di sela-sela sidang ke-24 UNGEGN di Markas Besar PBB, New York. "Dengan kita juga berbicara dengan data berbasis kebiasaan-kebiasaan internasional, itu jauh lebih kuat," tambahnya. Pemerintah Indonesia melalui Bakorsutanal, pada sidang kelompok ahli nama-nama geografis (United Nations of Experts on Geographical Names - UNGEGN) yang berlangsung pada 20-31 Agustus 2007, telah menyampaikan data nama 4.981 pulau --termasuk sejumlah pulau terluar -- yang tersebar di 14 propinsi di Indonesia. Menurut Rudolf, setidaknya 10 pulau terluar Indonesia tergolong rawan disengketakan dengan negara lain. Rudolf mengakui bahwa penamaan saja tidak cukup menjadi pembuktian dalam menentukan status kepemilikan pulau Indonesia. "Selesainya perjanjian internasional tentang perbatasan, itu akan menjadi aspek hukum yang kuat," ujarnya. Sejalan dengan itu, ia menekankan pentingnya Indonesia segera mencapai kesepakatan dengan 10 negara yang berbatasan darat atau laut dengan Indonesia, yaitu Malaysia, Papua Nugini, Timor Leste, Australia, India, Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Indonesia, seperti yang tertera dalam Peraturan Pemerintah No. 38/2000, memiliki 194 pulau yang menjadi titik-titik terluar yang dipakai sebagai garis pangkal kepulauan dan batas wilayah Indonesia. Sejalan dengan telah merdekanya Timor Leste menjadi negara berdaulat serta jatuhnya keputusan Mahkamah Internasional bahwa Pulau Sipadan-Ligitan merupakan milik Malaysia, pemerintah Indonesia sedang menggodok peraturan baru yang akan mengubah isi PP No. 38/2000. Mengenai keuntungan Indonesia mendaftarkan data nama ribuan pulaunya, Rudolf mengatakan keuntungan yang diperoleh antara lain bahwa Indonesia memastikan diri telah memiliki data yang menyatakan Indonesia telah secara turun temurun mengurus pulau-pulau tersebut. "Kita bisa buktikan bahwa data sudah terekam oleh kita, sehingga tidak bisa dikatakan `Wah Indonesia saja tidak pernah tahu ada pulau itu`," katanya. Melalui pendataan yang telah dilakukan terhadap pulau, ujar Rudolf, Indonesia juga memiliki pengetahuan apakah suatu pulau misalnya memiliki cadangan air atau sumber daya alam. (*)

Copyright © ANTARA 2007