Denpasar (ANTARA News) - Keamanan dari sisi gangguan kriminalitas di perairan Selat Melaka yang membatasi tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia dan singapura, dalam beberapa tahun belakangan cenderung membaik, menyusul adanya upaya penanganan yang lebih terkoordinasi diantara ketiga negara tersebut. "Kasus bajak laut dan perampokan (perompak-red) menurun drastis dari 200 kasus menjadi hanya 50 kasus dalam satu tahun," kata Direktur Kerjasama Intra Kawasan Asia Pasifik dan Afrika Departemen Luar Negeri RI Ibnu Hadi di Sanur, Bali, Sabtu. Ia yang didampingi Yuhong, Direktur Urusan Asia Kementerian Luar Negeri China mengatakan, keamanan yang mulai membaik dalam dua tahun terakhir, berkat patroli yang dilakukan secara terkoordinasi oleh negara di wilayah kedaulatan masing-masing. Sebelum tahun 2000, menurut data internasional maritim biro (IMB) kasus bajak laut/perompak cukup tinggi, sehingga menjadi perhatian negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang yang sangat berkepentingan terhadap jalur tersebut. Belakangan China juga mulai menaruh perhatian terhadap jalur pelayaran di Selat Malaka, seiring dengan keterbukaan manajemen negara Tirai Bambu itu. "Perhatian negara-negara maju terhadap Selat Melaka hanya terbatas untuk memberikan bantuan sarana dan fasilitas penunjang maupun meningkatkan SDM dalam upaya mengamankan jalur pelayaran internasional tersebut," ujar Ibnu Hadi. Ia menambahkan, bantuan negara pihak ketiga itu diberikan dalam perjanjian kerjasama bilateral kedua negara. Perjanjian kerjasama Indonesia-AS telah membantu pemasangan sejumlah alat pemantau (radar) di Selat Malaka. Demikian pula kerjasama Indonesia-Jepang memberikan pelatihan dalam upaya meningkatkan kemampuan SDM untuk pengamanan di jalar yang sama. Belakangan China juga menaruh perhatian besar terhadap Selat Malaka. China dan Indonesia, kali ini bertindak sebagai tuan rumah Asean Regional Forum (ARF) yang berlangsung selama dua hari di Sanur, Bali. Pertemuan dua hari yang melibatkan 44 peserta dari 22 negara telah menghasilkan rancangan terhadap berbagai aspek kemaritiman yang dibahas lebih lanjut oleh pejabat lebih tinggi, sebelum dibahas dalam pembicaraan tingkat menteri di Singapura tahun depan. ARF yang melibatkan sepuluh negara anggota ASEAN serta 17 negara lain seperti Jepang, China, Amerika, Korea dan India, merupakan tindak lanjut dari kesepakatan pertemuan tingkat menteri ke-14 ARF di Manila 2 Agustus 2007. Pertemuan di Bali kali ini bertujuan untuk bertukar pikiran dalam menyamakan persepsi diantara negara partisipan ARF yang membahas masalah-masalah terkait keamanan maritim di kawasan Asia Pasifik.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007