Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa kemungkinan munculnya pengeluaran ganda dalam pencairan subsidi bahan bakar sangatlah kecil, karena pencairan subsidi terkait konversi penggunaan minyak tanah ke bahan bakar gas selalu diawasi. "Realisasi anggaran akan selalu kita monitor, berapa untuk kerosin (minyak tanah) dan volumenya dan untuk LPG berapa pengeluarannya, jadi kalau double anggaran kemungkinannya sangat kecil," kata Sri Mulyani di Gedung DPR/MPR di Jakarta, Senin. Ia mengakui perlunya peningkatan pengawasan khususnya menyangkut area-area yang ditetapkan sebagai daerah konversi bahan bakar minyak tanah menjadi bahan bakar gas (elpiji). "Kalau tidak salah konversi minyak tanah ke LPG itu difokuskan di Jawa karena itu perlu monitor apakah ketika minyak tanah sudah digantikan elpiji juga diikuti konsumsi minyak tanah yang menurun. Kita harus melihat konsistensi datanya baik dari sisi daerah, target atau volume konsumsi, untuk kemudian dilihat implikasinya ke anggaran," jelasnya. Menurut Menkeu, meskipun alokasi dana subsidi di APBN sudah pasti, namun tidak berarti dapat dicairkan begitu saja. Tetap harus ada prosedur untuk mencairkannya sesuai dengan bukti-bukti pelaksanaannya. Keruwetan dalam program konversi penggunaan minyak tanah menjadi elpiji memunculkan kekhawatiran terjadinya subsidi ganda (dobel) antara subsidi minyak tanah dengan subsdi elpiji. Subsidi ganda ini akan menyebabkan anggaran untuk subsidi mengalami kenaikan dari target yang ditetapkan dalam APBN. Ketika masyarakat sudah menggunakan elpiji seharusnya konsumsi minyak tanah berkurang dan subsidi minyak tanah itu beralih menjadi subsidi elpiji. Kekhawatiran yang muncul adalah ketika pemerintah sudah memberikan subsidi elpiji, namun dalam kenyataannya konsumsi minyak tanah masih tinggi sehingga subsidinya juga tinggi. Konversi penggunaan minyak tanah ke elpiji merupakan salah satu program pemerintah untuk menekan subsidi bahan bakar minyak. Untuk melaksanakan program itu, pemerintah sudah melakukan berbagai langkah seperti pengadaan kompor gas dan pengadaan tabung gas ukuran kecil. Sementara itu mengenai belum adanya standar akuntansi untuk BP Migas, Sri Mulyani mengatakan, lembaga seperti BP Migas merupakan lembaga negara yang asetnya sudah dipisahkan sehingga standar akuntansinya adalah standar akuntansi yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). "Kalau katakanlah badan-badan pelaksana dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN), katakanlah BP Migas belum memiliki, harusnya mereka melakukan pembahasan dengan IAI," kata Sri Mulyani. Menurut dia, pemerintah kemungkinan akan memfasilitasi pembahasan mengenai standar akuntansi itu, bersama-sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Kalau standar akuntansi untuk BHMN memang sedang dibahas," kata Sri Mulyani.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007