Batam (ANTARA News) - Pelaksanaan Kawasan Perdagangan Bebas (FTZ) dan Pelabuhan Bebas di Batam memungkinkan kota yang berdekatan dengan Singapura itu menjadi pusat ekspor Indonesia. "FTZ akan kembali menggairahkan Batam sebagai kota `transhipment` (alih kapal), yang menyebabkan kapal yang singgah, dan itu harus dimanfaatkan untuk ekspor Indonesia," kata Asisten Ekonomi dan Pembangunan, Syamsul Bahrum, kepada ANTARA di Batam, Kamis. Menurut Syamsul, pelaksanaan FTZ memberikan insentif pajak dan bea kepada pengusaha kapal yang hendak alih kapal, sehingga dipastikan banyak kapal asing yang tertarik singgah di Batam. "Apalagi Batam terletak di Selat Malaka yang lalu lintas perairannya termasuk teramai di dunia," katanya. Selama ini Indonesia mengekspor melalui beberapa pelabuhan besar, seperti Tanjung Priok dan Tanjung Perak, dengan menggunakan kapal-kapal yang disewa khusus. Padahal, menurut Syamsul, jika pemerintah memanfaatkan Batam, biaya pengangkutan bisa lebih murah, karena menggunakan kapal-kapal yang singgah di kota industri itu. Di tempat terpisah, Ketua Otorita Batam Mustofa Widjaja mengatakan selama ini Batam memang ditetapkan menjadi kawasan alih kapal, namun belum dapat dioptimalkan karena belum ada ketentuan pelabuhan bebas. "Karena belum menjadi pelabuhan bebas, maka tidak ada insentif untuk kapal-kapal yang singgah, sehingga belum bisa maksimal," katanya. Ia berharap penetapan Batam menjadi pelabuhan bebas melalui PP No.46/2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, maka alih kapal di Batam lebih maju. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani tiga peraturan pemerintah (PP) tentang kawasan perdagangan khusus (KEK) dan pelabuhan bebas yang meliputi wilayah Batam, Bintan dan Karimun, pada Senin (20/8). Kawasan Batam ditetapkan sebagai zona perdagangan bebas, dan pelabuhan bebas untuk jangka waktu 70 tahun meliputi pulau Batam, pulau Tonton, pulau Setokok, pulau Nipah, Rempang, Galang dan pulau Galang Baru. (*)

Copyright © ANTARA 2007