Semarang (ANTARA News) - Ciri khas tradisi dugderan di Kota Semarang dalam rangka menyambut datangnya bulan Ramadan mulai "luntur", baik itu menyangkut tempat berlangsungnya acara maupun ikon dugderan berupa warak "endog"-nya. "Lokasi dugderan yang sudah berlangsung sejak zaman Bupati Semarang Ki Ageng Pandanaran, ratusan tahun yang lampau hingga tahun 2004 ada di kompleks Masjid Besar Kauman Semarang, kini oleh pemkot setempat mulai dialihkan ke wilayah Kota Lama Semarang," kata Djawahir Muhammad, pengamat budaya yang juga pengurus Dewan Kesenian Jateng, di Semarang, Kamis. Pada acara First Channel Semarang yang diselenggarakan Radio Trijaya FM dengan LKBN ANTARA, ia mengatakan, dugderan selain sebagai bentuk kegiatan yang sudah mentradisi (turun temurun) juga religius (keagamaan) dan perekonomian. Dikatakan tradisi, kata dia, karena sudah ratusan tahun acara ini diadakan di komplek Masjid Besar Kauman, dan religius karena acara ini awal mulanya untuk penyebaran agama Islam di Kota Semarang yang dilakukan oleh Bupati Semarang (waktu itu) Ki Ageng Pandanaran. Kegiatan ini juga menggambarkan tradisi perekonomian karena pada acara dugderan sejak dulu selalu diadakan pasar malam yang menjajakan berbagai bentuk dagangan tradisional, mulai dari makanan hingga mainan dari gerabah. Saat berakhirnya pasar malam dan menjelang dimulainya bulan Ramadan diisi dengan acara karnaval dengan menampilkan aneka kegiatan budaya dan kesenian setempat, termasuk "warak endog" yang merupakan replika warak yang mengandung maksud bahwa masyarakat Kota Semarang itu orangnya baik, namun tegas. Kini, "warak endog" telah berubah bentuknya di mana kepalanya menyerupai kepala liong (naga) badannya bersisik, harusnya kepalanya adalah kepala warak dan badannya berbulu lurus, bukan bersisik. "Sebaiknya, Pemkot Semarang mempertahankan tradisi dugderan itu sesuai keasliannya. Baik itu lokasinya di kawasan Masjid Besar Kauman dan Jalan Pemuda, serta kesenian maupun bentuk `warak endog nya`. Kalaupun mau dilebarkan sampai kawasan Polder Tawang di Kota Lama akan lebih baik," katanya dan menambahkan, kegiatan dugderan ini jika dikemas dengan baik akan menjadi daya tarik wisata budaya yang memiliki daya pikat luar biasa bagi wisatawan nusantara maupun mancanegara. Hal yang sama juga dikatakan oleh Agus, Ketua Forum Pedagang Semarang bahwa lokasi dugderan sebaiknya dikembalikan ke asalnya, yakni di kawasan Masjid Besar Kauman dan Jalan Pemuda. "Kalau lokasi dugderan mau diperlebar hingga ke Kota Lama sampai di kawasan Polder Tawang akan lebih baik lagi," katanya. Jika alasan pemindahan dari kawasan Masjid Besar Kauman ke Kota Lama untuk mengatasi kemacetan arus lalu lintas, sebenarnya bisa diatasi dengan pembenahan terhadap tempat berjualan para pedagang kaki lima (PKL), katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007