Surabaya (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai Peraturan Daerah (Perda) Syariat pada hakekatnya menghina Allah SWT, merendahkan derajat Islam, dan menyinggung para ulama. "Perda syariat itu merendahkan Islam, menurunkan derajat syariat, menghina Allah, dan menyinggung ulama. Karena kita seharusnya melaksanakan syariat untuk mengamalkan ajaran Al-Qur`an bukan karena Perda," katanya menegaskan di Surabaya, Jatim, Kamis. Ia mengemukakan hal itu, dalam sambutan saat meresmikan kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur di Jalan Masjid Al-Akbar Timur 9, Surabaya. Dalam acara yang dihadiri Menakertrans Erman Suparno, sejumlah ulama, dan politisi itu, Jusuf Kalla yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar itu menyatakan Perda syariat berarti syariat dilaksanakan karena takut dengan polisi. "Padahal, kita melaksanakan syariat itu karena takut kepada Allah SWT, bukan karena takut dengan polisi atau Hansip. Kalau seperti itu, saya yakin para ulama akan tersinggung, karena Perda syariat itu sendiri melanggar syariat," katanya. Menurut dia, Perda syariat itu sendiri menyinggung umat Islam, karena gagasan Perda syariat itu seperti menunjukkan bahwa umat Islam di Indonesia tidak melaksanakan syariat, sehingga perlu diatur dalam bentuk Perda syariat. "Bukankah umat Islam di Indonesia sudah melaksanakan Syariat Islam dan pemerintah sendiri tidak pernah melarang umat Islam menjalankan agamanya," katanya. Bahkan, lanjutnya, pemerintah mendukung adanya hukum positif yang mengadopsi hukum Islam untuk individu umat Islam, seperti hukum haji, hukum waris, hukum perkawinan, perbankan syariah, dan sebagainya. Senada dengan itu, Ketua PWNU Jatim, Dr KH Ali Maschan Moesa MSi, dalam sambutannya mengemukakan, NU sendiri tidak sepakat dengan Perda syariat dan konsep Khilafah Islamiyah. "Bagi NU, konsep Khilafah merupakan tandingan terhadap NKRI. Padahal NU sendiri memutuskan NKRI merupakan konsep negara yang sudah final. Karena itu, konsep Khilafah Islamiyah akan berhadapan dengan NU," katanya. Hal yang sama juga dikemukakan Ketua Umum PBNU KHA Hasyim Muzadi. "NU menjadi inspirator pengembangan agama yang berkebangsaan dan bangsa yang berkeagamaan," katanya. Peresmian itu dihadiri sejumlah ulama dan pengurus NU se-Jatim, antara lain KH Muchit Muzadi (Jember), KH Ahmad Muhammad Al-Hammad (Bungah, Gresik), KH Idris Marzuqi (Lirboyo, Kediri), KH Mutawakkil Alallah (Genggong, Probolinggo). Tampak pula sejumlah politisi, di antaranya Drs H Choirul Anam (Ketua Umum DPP PKNU), Dr Soenarjo (Ketua DPD Partai Golkar Jatim), KH Azis Manshur (Ketua Dewan Syuro DPW PKB Jatim yang dibekukan), dan sebagainya. Selain itu, beberapa kepala daerah juga hadir, seperti KH Fuad Amin Imron (Bupati Bangkalan), Dr H Achmady (Bupati Mojokerto), Hasan Aminuddin (Bupati Probolinggo), Jusbakir Al-Djufry (Bupati Pasuruan). Gedung Graha PWNU Jatim yang baru itu dibangun sejak 30 Juli 2004 dan mulai ditempati 20 Januari 2007 dengan tiga lantai senilai Rp11,8 miliar, namun baru dibayar Rp7 miliar lebih. Luas bangunan mencapai 3.600 meter persegi dengan luas tanah 5.600 meter persegi. (*)

Copyright © ANTARA 2007